Thursday, August 29, 2024

Pantai Ambon


http://dlvr.it/TCW5y0Karya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia


http://dlvr.it/TCWPv7

Hak asasi manusia


http://dlvr.it/TCW5fVKarya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia


http://dlvr.it/TCWPPc

Wednesday, August 28, 2024

Kelas jauh dan PJJ di STT

 






Bagaimana praktek
pendidikan Kelas Jauh dan Pendidikan Jarak Jauh di Pendidikan Tinggi Keagamaan
Kristen / Sekolah Tinggi Teologi



 



SURAT EDARAN NOMOR 2 TAHUN 2022 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DIPERGURUAN TINGG menjelaskan surat Direktur Kelembagaan, Departemen
Pendidikan Nasional Nomor



595/D5.1/T/2007 tanggal 27 Februari 2007
perihal Larangan "Kelas Jauh" dinyatakan tidak



Berlaku.



Artinya larangan  kelas jauh melalui Surat Edaran Nomor 2 tahun
2022 tentang penyelenggaraan pendidikan tinggi dicabut, demikian juga Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tidak mengenal penyelenggaraan
'kelas malam dan atau kelas akhir pekan'. Seiring dengan kemajuan teknologi dan
kebutuhan masyarakat terhadap akses pendidikan tinggi yang bermutu, perguruan
tinggi dapat menyelenggarakan pembelajaran baik secara tatap muka, daring, maupun
tatap muka dan daring (bauran).



Kelas jauh
adalah perkuliahan di luar kampus utama yang tidak melebih 50 %, sedangkan
Pendidikan Jarak jauh adalah pendidikan di luar kampus utama yang melebih 50%
dan ini dapat diselenggarakan dengan lebih dulu mendapatkan injin. Ijin
penyelenggaraan pendidikan jarak  jauh
ini dapat diselenggarakan oleh program studi 
yang terakreditasi unggul.



Program
studi PJJ adalah program studi yang melaksanakan seluruh proses pembelajaran
secara jarak jauh menggunakan berbagai media komunikasi dengan ketentuan
sebagai berikut:



program
studi PJJ diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang telah memiliki izin
pendirian perguruan tinggi; perguruan tinggi penyelenggara progam studi PJJ memiliki
Pusat Belajar Jarak Jauh (PBJJ) yang berfungsi memberikan dukungan pelayanan
bagi mahasiswa di luar kampus;



 progam studi penyelenggara PJJ memiliki bahan
ajar sebagai bahan belajar mandiri yang digunakan mahasiswa untuk mencapai
capaian pembelajaran;



 capaian pembelajaran dalam program studi PJJ sama
dengan capaian pembelajaran pada program studi yang diselenggarakan dalam
bentuk tatap muka;



 beban studi minimum dalam program studi PJJ
sama dengan studi minimum pada program studi tatap muka; perguruan tinggi
penyelenggara PJJ dapat mengakui perolehan satuan kredit semester



 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi melalui
mekanisme yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan perguruan
tinggi penyelenggara PJJ menjamin terlaksananya proses pembimbingan dan ujian
pencapaian akhir pembelajaran dengan bukti yang transparan dan akuntabel.



Lantas bagaimana
dengan sekolah tinggi teologi yang menyelenggarakan pendidikan di luar kampus utama
dengan tidak memiliki ijin karena memang belum bisa mengajukan ijin PJJ karena
prodi belum unggul? Mereka bisa melakukan kelas jauh, namun tidak boleh
melebihi 50% dari beban pembelajaran yang ada untuk program sarjana.



Sebuah program
pendidikan sejatinya dapat mengukur luarannya untuk memiliki kompetensi yang
sesuai dengan profil lulusan yang ditetapkan, tentu saja Perguruan tinggi perlu
belajar mengelola pendidikan dengan baik, sehingga bukan hanya penjualan ijazah
tanpa kompetensi.



Kecenderungan
penjualan ijazah tanpa kompetensi melalui PJJ ini terjadi pada saat covid,
meski untuk sekolah tinggi teologi itu sudah terjadi sebelum era covid.
Pendidikan jarak jauh biasanya dilakukan pada program magister, pada program
magister ini pembelajaran di luar kampus utama bisa mencapai 79 %, tapi tidak
jarang ditemukan pembelajaran dilakukan 100 % di luar kampus utama. Sayangnya
lagi, banyak tamatan magister ini tidak memiliki kompetensi yang memadai, sehingga
tidak beda seperti penjualan ijazah.

 


https://www.binsarinstitute.id/2024/08/kelas-jauh-dan-pjj-di-stt.html />
Karya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia


http://dlvr.it/TCSHjs

Sunday, August 25, 2024

Pengharapan yang bermakna


http://dlvr.it/TCLwdCKarya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia


http://dlvr.it/TCLxt4

Pesta Patangiangan Hutabarat se-jabodetabek


http://dlvr.it/TCLV3NKarya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia


http://dlvr.it/TCLWJq

Saturday, August 24, 2024

Teladan Pengorbanan Yesus

 
Teladan pengorbanan Yesus perlu menjadi contoh bagi elit di negeri ini yang kerap abai terhadap dampak dari usaha mereka yang utamanya berpusat pada penghancuran masyarakat, bukannya pembangunan kesejahteraan rakyat.













(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});


 

Teladan pengorbanan Yesus perlu menjadi dasar dalam tindakan pengorbanan yang kita lakukan terhadap sesama. Pengorbanan yang semata-mata memberikan kebaikan bagi mereka yang menerimanya. 

 

Makna pengorbanan.



Bagaimana kita memaknai pengorbanan akan sangat berdampak pada pengorbanan yang kita lakukan. Kita tentu setuju, bahwa pengorbanan yang benar mesti berdampak positif pada sasaran yang menerima pengorbanan.

 

Pada realitasnya, pengorbanan seseorang juga bisa berdampak negatif bagi mereka yang menerimanya, itu biasanya dimaknai sebagai penyerangan. 

Tapi, karena pengorbanan adalah persoalan relasi, pengorbanan bisa dimaknai secara beragam, bergantung pada relasi yang terjalin. Pada kondisi inilah terjadi keragaman makna.

 

Pengorbanan dan Teror



Bom bunuh diri dalam teror yang kini berulang dengan sasaran baru yaitu Gereja Katedral Makasar dimaknai oleh Majelis Ulama Indonesia sebagai terror yang tidak berperikemanusiaan, dan dianggap bertentangan dengan ajaran agama apapun. 

Tapi, pada realitasnya pelaku bom bunuh diri selalu saja mengatakan bahwa sebelum melakukan tindakan itu, umumnya mereka mengakui, tindakan yang dilakukannya adalah sebuah pengorbanan yang didasarkan pada keyakinan pelaku.

 

Pengorbanan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia juga dimaknai berbeda oleh para penjajah Indonesia, yaitu sebagai pemberontakan atau penyerangan, karena itu memiliki sisi negatif bagi penjajah Belanda.

Bagi masyarakat Indonesia, pengorbanan para pahlawan pejuang kemerdekaan itu dimaknai positif, itulah sebabnya para pahlawan bangsa itu ditempatkan di taman makam pahlawan.  Pengorbanan para pahlawan bangsa itu telah berhasil mengusir penjajah dari bumi Indonesia.

 

Pertanyaanya kemudian, jika memang pengorbanan memiliki makna ganda, mengapa kata “Pengorbanan” menjadi nilai penting dalam kehidupan umat beragama, bermasyarakat dan berbangsa?

 

Nilai sebuah pengorbanan.



Pengorbanan baru bisa dikatakan bernilai jika itu menghasilkan dampak positif, atau semata-mata berdampak positif bagi yang menerimanya.

 Persoalannya adalah, terkedang penerima pengorbanan itu tidak selalu melihat dampak positif itu secara langsung pada saat pengorbanan itu diberikan, bahkan tidak jarang dianggap sebagai penyerangan.  Apalagi pada realitasnya kata pengorbanan bisa jadi “instrumen”untuk menyerang pihak lain.

 

Menurut saya pengorbanan sebagai nilai tidak boleh membahayakan pihak yang menerima pengorbanan, meski pada sementara waktu, atau untuk mereka yang belum dewasa bisa memaknai pengorbanan secara salah sebagai penyerangan pada waktu tertentu.

 

Salah satu contoh sederhana tampak pada pendidikan dalam keluarga, orang tua yang mendidik anak, memberikan disiplin terhadap anak, dan mereka memngakui telah  melakukannya dengan pengorbanan perasaan, pengorbanan waktu, dll. Berbeda dengan kekerasan terhadap anak yang merupakan penyerangan terhadap proteksi perlindungan anak.

 

Itulah sebabnya dalam etika Kristen, bukan hanya cara-cara atau tindakan disiplin yang harus benar, motivasi dalam memberikan disiplin terhadap anak juga harus benar. Namun, jika pengorbanan yang kita lakukan telah dilakukan dengan motivasi dan cara-cara yang benar, maka dampak positif dari pengorbanan itu cepat atau lambat akan terlihat.




 Teladan pengorbanan Yesus



Kematian Kristus di kayu salib adalah salah satu contoh pengorbanan yang berdampak positif. Allah yang penuh kasih tak memiliki niat jahat terhadap manusia. 

Yesus mati dikayu salib untuk membebaskan manusia dari hukuman dosa sesuai dengan rencana Allah Bapa.

 

Pengorbanan yang benar bukan hanya memuliakan yang menerima pengorbanan, tetapi juga mereka yang melakukan pengorbanan yang benar itu akan dinaungi dengan kemuliaan Tuhan. 

Itulah sebabnya, Yesus, manusia yang tidak berdosa, dan telah menanggung dosa manusia, tidak pernah kehilangan kemuliaannya. Bagi umat Kristen Yesus adalah manusia termulia yang pernah ada.

 

Pengorbanan Kristus di kayu salib adalah contoh pengorbanan yang benar, tindakan pengorbanan Yesus tidak berbahaya bagi mereka yang menerima pengorbanan itu. 

Mereka yang tidak menerima pengorbanan Yesus, tidak diserang oleh pengorbanan Yesus, tetapi menjadi sasaran penyerangan Iblis. Karena Yesus mati untuk menghidupkan mereka yang harus mati karena dosa.

 

Kiranya teladan pengorbanan Yesus di kayu salib bisa menjadi dasar bagi pengorbanan kita terhadap keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

 Pengorbanan yang semata-mata hanya menghadirkan kebaikan yang didasarkan  pada motivasi yang benar dan cara-cara yang benar.    

 

Binsar Antoni Hutabarat.


https://www.binsarinstitute.id/2021/04/teladan-pengorbanan-yesus.html />








(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});


Karya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia


http://dlvr.it/TCKGD7

Pendidikan formal dan non formal

 




 

Integrasi Pendidikan
Tinggi Teologi Dan Pendidikan Warga Gereja: Alternatif Meningkatkan Kompetensi
Pelayan Kristen.



Dr. Binsar Antoni Hutabarat



 



Abstrak.



Pentingnya pendidikan warga gereja menjadi keprihatinan para pendidik Kristen,
warga gereja dengan pemahaman teologi yang baik merupakan motor penggerakan
pengembangan dan pertumbuhan gereja. Namun integrasi pendidikan tinggi
Keagamaan Kristen dengan pendidikan warga gereja yang mendapatkan pijakannya
pada Sistem pendidikan nasional 2003, yang kemudian diteguhkan dalam Peraturan
Presiden tentang Kerangka kualifikasi nasional Indonesia belum mendapatkan
perhatian khusus. Orasi ilmiah ini secara khusus memaparkan pentingnya
integrasi pendidikan warga gereja dengan pendidikan tinggi keagamaan Kristen
sebagai alternative meningkatkan kompetensi pelayan Kristen.



 



 



 



Pendahuluan.



Integrasi pendidikan informal, non formal dan formal merupakan amanat
Sistem pendidikan nasional tahun 2003. Integrasi pendidikan itu perlu mewujud
dalam kurikulum pendidikan tinggi keagamaan Kristen (pendidikan formal), dan
pendidikan warga gereja (Pendidikan informal). Lemahnya integrasi pendidikan
informal (pendidikan agama dalam keluarga) Pendidikan non formal (Pendidikan
warga gereja), dan Pendidikan pada Pendidikan Tinggi Keagamaan Kristen
menyebabkan teologi gereja yang dinyatakan dalam Tata dasar dan tata gereja
tidak mengalami perkembangan teologi berarti, demikian juga sebaliknya
luaran-luaran pendidikan tinggi keagamaan Kristen tidak mendapatkan tempat yang
tepat di gereja. Kehadiran para tokoh gereja yang mengaku tak mengenyam
pendidikan teologi merupakan sebuah sindiran terhadap pentingnya pendidikan
tinggi keagamaan Kristen, secara bersamaan juga menyiratkan bahwa luaran
pendidikan tinggi keagamaan Kristen tak memiliki sumbangsih berarti bagi
pengembangan dan pertumbuhan gereja. Pada sisi lain tokoh-tokoh pendidikan
tinggi keagamaan Kristen tidak banyak yang hadir dalam diskusi-diskusi teologi
gereja, kecuali mereka yang merangkap jabatan sebagai dosen dan secara
bersamaan juga sebagai pendeta jemaat.



Orasi ilmiah ini akan menawarkan strategi integrasi pendidikan warga
gereja dan pendidikan tinggi keagamaan Kristen di Indonesia.



 



Pendidikan Warga Gereja



Tri tugas Gereja (Koinonia, Diakonia, Marturia) secara tegas menyatakan
bahwa warga gereja perlu bertumbuh dalam pengenalan akan firman Tuhan yang
baik, untuk hidup saling melayani, dan kemudian secara bersama menjadi saksi
Kristus. Pendidikan Warga gereja secara khusus dalam hal ajaran gereja (Firman
Tuhan) perlu menjadi perhatian gereja, secara khusus dalam era global dengan
kemajuan tekonoli komunikasi yang membuat informasi apapun dapat menembus
ruang-ruang yang dulunya privat. Pentingnya pendidikan warga gereja ini telah
dibahas dalam jurnal-jurnal ilmiah teologi dan jurnal-jurnal pendidikan agama
Kristen.



Pendidikan Tinggi Keagamaan Kristen



Pendidikan tinggi keagamaan Kristen pada awalnya biasa disebut sekolah
teologi dan sekolah tinggi teologi. Sekolah teologi telah ada dalam banyak
gereja dengan tujuan memberikan pengetahuan teologi kepada jemaat untuk dapat
melayani dengan baik untuk mengerjakan Tri Tugas Gereja yang
diselenggarakan  oleh gereja secara
eksklusif, dan juga kerja sama antara gereja dan sekolah tinggi teologi, dan
pada umumnya belum ada integrase antara pendidikan warga gereja dan sekolah
tinggi teologi. Itu terlihat bahwa parau lulusan sekolah teologi di  gereja ketika berkeinginan atau terpanggil
sebagai calon pendeta perlu mengulang seluruh mata kuliah yang ada di Sekolah
Tinggi Teologi dengan alasan bahwa mata kuliah yang di dapat di sekolah teologi
memiliki kualifikasi yang berbeda dengan yang ada di sekolah tinggi teologi.



Pendidikan tinggi teologi kerap dianggap sebagai orang khusus yang
terpanggil untuk menjadi pemimpin gereja, sedangkan pendidikan warga gereja
adalah calon-calon pelayan jemaat yang terbatas untuk membantu pimpinan gereja
dalam memenuhi Tri Tugas Gereja.



 



Landasan Integrasi
Pendidikan Warga Gereja dan Pendidikan Tinggi Keagamaan Kristen.



Landasan Teologi



Menurut pandangan Kristen, dari sudut realitas rohani,
manusia selalu mengaktualisasikan diri dalam relasi dengan Tuhan. Dalam hal ini
jelas, agama adalah suatu dimensi dalam kehidupan rohani manusia. Manusia
adalah mahkluk yang beragama. Paul Tillich mengatakan bahwa agama terletak pada
kedalaman hati manusia yang lehadirannya tidak bisa ditolak.[1]
Semua manusia pada hakikatnya adalah manusia yang beragama.



            Adanya
dimensi rohani itu maka manusia mempunyai tugas dari Sang Pencipta yakni tugas
pemeliharaan ciptaan Tuhan, dan pemenuhan tugas itu berorientasi pada tiga arah
yakni Tuhan, diri sendiri dan dunia atau alam. Jadi manusia harus mengembangkan
kreativitas budaya, dan relasi dengan alam karena manusia berkedudukan sebagai
tuan atas alam, dan pemelihara  alam, dan
pekerjaan ini dilakukan bekerja sama dengan sesamanya. Manusia diciptakan begitu mulia, semua manusia tak
terkecuali memiki martabat yang sama, yaitu sebagai ciptaan yang mulia.



            Maka
manusia bukan hanya memiliki kedalaman dengan Tuhan, tapi juga harus
mengembangkan bakat-bakat yang diberikan untuk kesejahteraan umat manusia.
Untuk itu perlu ada pendidikan, dalam hal ini pendidikan bukan hanya persoalan
pengajaran agama, tetapi juga ilmu-ilmu lain yang berguna bagi kehidupan
manusia serta pemeliharaan alam.



 



Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia



Kerangka Kualifikasi Nasional (National Qualification Framework)
tidak hanya ada di Indonesia, tetapi juga pada banyak negara di dunia. Kerangka
kualifikasi nasional merupakan fenomena global[2] 



Secara umum, kerangka kualifikasi dapat didefinisikan sebagai "deskripsi sistematis
kualifikasi suatu sistem pendidikan.”[3] Mengikuti pendekatan ini,
adalah mungkin untuk mengklaim bahwa setiap negara memiliki kerangka
kualifikasi nasional.[4]



Kerangka Kualifikasi Nasional telah dikembangkan dan digunakan
diseluruh dunia. Di Eropa, bahkan ada 'meta' kerangka, Eropean Qualification
Framework (EQF) yang mencoba untuk menyelaraskan dan mengkonsolidasikan
beberapa kerangka kerja nasional ke satu titik acuan.[5]



The European
Qualifications Framework (EQF) acts as translation device to make national
qualifications more readable across Europe, promoting workers and learners mobility
between countries and facilitating their lifelong learning. The EQF aims to
relate different countries’ national qualifications systems to a common
European reference framework. Individuals and employers will be able to use the
EQF to better understand and compare the qualifications levels of different
countries and different education and training systems.[6]



 



Output dari EQF adalah sebagai berikut:



(1) Increased
consistency of qualifications, (2) Better transparency for individuals and
employers, (3) Increased currency of single qualifications, (4) A broader range
of learning forms are recognized  (5) A
national/external reference point for qualifications standards (6)Clarification
of learning pathways and progression (7) Increased portability of qualifications
(8)Acting as a platform for stakeholders for strengthening cooperation and
commitment (9)Greater coherence of national reform policies (10)A stronger
basis for international co-operation, understanding and comparison.[7]



 



Kerangka
Kualifikasi Nasional untuk Australia,  Australia
Qualification Framework (AQF) diperkenalkan pada tahun 1995 untuk mendukung
sistem kualifikasi nasionalnya.[8]




Milestone penting dalam perjalanan pengembangan KKNI di Indonesia dimulai
dengan diterbitkannya UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja
Nasional. Pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 31 Tahun 2006
tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional pasal 1 dijelaskan, yang dimaksud
dengan pelatihan kerja nasional  adalah:
1). pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh,
meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin,
sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai
dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan. 2). sistem Pelatihan
Kerja Nasional yang selanjutnya disingkat Sislatkernas, adalah keterkaitan dan
keterpaduan berbagai komponen pelatihan kerja untuk mencapai tujuan pelatihan
kerja nasional. 3). lembaga pelatihan kerja adalah instansi pemerintah, badan
hukum atau perorangan yang memenuhi persyaratan untuk menyelenggarakan
pelatihan kerja. 4). kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu
yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai
dengan standar yang ditetapkan. 5). standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
yang selanjutnya disingkat SKKNI, adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup
aspek pengetahuan, keterampilan dan/atau keahlian serta sikap kerja yang
relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 6). sertifikasi
kompetensi kerja adalah proses pemberian sertifikat kompetensi yang dilakukan
secara sistematis dan objektif melalui uji kompetensi sesuai Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia, Standar Internasional dan/atau Standar Khusus. 7).
sertifikat kompetensi kerja adalah bukti tertulis yang diterbitkan oleh lembaga
sertifikasi profesi terakreditasi yang menerangkan bahwa seseorang telah
menguasai kompetensi kerja tertentu sesuai dengan SKKNI. 8). Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat KKNI, adalah kerangka
penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan dan
mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta
pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai
dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor. 9). pelatihan berbasis kompetensi
kerja adalah pelatihan kerja yang menitikberatkan pada penguasaan kemampuan
kerja yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan standar
yang ditetapkan dan persyaratan di tempat kerja.[9]



Berdasarkan
pasal satu ayat 8 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 31 Tahun 2006
tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional dijelaskan, bahwa KKNI adalah kerangka
penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan dan
mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta
pengalaman kerja dalam rangka pemberian kompetensi kerja yang sesuai dengan
struktur pekerjaan diberbagai sektor.[10]




Selanjutnya
pasal 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2006 tentang
Sistem Pelatihan Kerja Nasional juga menegaskan: 



(1) Dalam rangka pengembangan kualitas tenaga
kerja ditetapkan KKNI yang disusun berdasarkan jenjang kualifikasi kompetensi
kerja dari yang terendah sampai yang tertinggi. (2) KKNI sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri dari 9 (sembilan) jenjang yang dimulai dengan kualifikasi
sertifikat 1 (satu) sampai dengan sertifikat 9 (sembilan).(3) KKNI sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Presiden.[11]



Jadi jelaslah,
dasar dari lahirnya kebijakan KKNI dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia adalah
mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2006
tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional sebagaimana juga ditetapkan dalam
bagian pembukaan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2012
tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, yang menerangkan, bahwa untuk
melaksanakan ketentuan pasal 5 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun
2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional perlu menetapkan Peraturan
Presiden tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia.



Selanjutnya,
Peraturan Presiden tentang KKNI itu mendapatkan pijakan yang lebih tinggi dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Karena Peraturan Presiden merupakan kebijakan yang dibuat untuk melaksanakan
undang-undang dalam hal ini, undang-undang pendidikan tinggi. Lebih jelasnya,
bagian kelima dari undang-undang pendidikan tinggi tahun 2012 pasal 29
menjelaskan tentang KKNI seperti berikut: (1) Kerangka Kualifikasi Nasional
merupakan penjenjangan capaian pembelajaran yang menyetarakan luaran bidang
pendidikan formal, nonformal, informal, atau pengalaman kerja dalam rangka
pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan diberbagai sektor.
(2) Kerangka Kualifikasi Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi
acuan pokok dalam penetapan kompetensi lulusan pendidikan akademik, pendidikan
vokasi, dan pendidikan profesi. (3) Penetapan kompetensi lulusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.



Berdasarkan
Undang-Undang Pendidikan Tinggi Tahun 2012 jelaslah bahwa petunjuk pelaksanaan
penerapan KKNI itu kemudian ditetapkan oleh Menteri. Dan ini dituangkan dalam
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 73 tahun 2013, bahwa untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia perlu menetapkan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Bidang Pendidikan
Tinggi, selanjutnya petunjuk teknis penerapan KKNI bidang pendidikan tinggi
ditetapkan dalam Buku Panduan Kurikulum Pendidikan Tinggi yang mengacu pada
Standar Nasional Pendidikan Tinggi 2014. Dengan terjadinya perubahan SNPT 2015,
maka buku panduan penyusunan kurikulum mengacu pada KKNI pun mengalami
perubahan yang ditetapkan dalam Buku panduan Penyusunan Kurikulum Pendidikan
Tinggi 2016.



Dalam Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 73 tahun 2013 ditetapkan bahwa tugas
pendidikan tinggi dalam menerapkan KKNI adalah: a. Setiap program studi wajib
menyusun deskripsi capaian pembelajaran minimal mengacu pada KKNI bidang
pendidikan tinggi sesuai dengan jenjang. b. Setiap program studi wajib menyusun
kurikulum, melaksanakan, dan mengevaluasi pelaksanaan kurikulum mengacu pada
KKNI bidang pendidikan tinggi sesuai kebijakan, regulasi, dan panduan tentang
penyusunan kurikulum program studi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
yang berbunyi: Dalam menerapkan KKNI di bidang kurikulum pendidikan tinggi,
direktorat jenderal mempunyai tugas dan fungsi menyususn kebijakan, regulasi,
dan panduan  tentang penyusunan kurikulum
program studi yang mengacu pada KKNI bidang pendidikan tinggi. c. Setiap
program studi wajib mengembangkan sistem penjaminan mutu internal untuk
memastikan terpenuhinya capaian pembelajaran program studi.



 



Merdeka Belajar kampus
Merdeka



Landasan lain dari integrasi pendidikan warga gereja dan pendidikan
tinggi keagamaan Kristen dapat dibaca pada Pedoman kurikulum merdeka belajar
kampus merdeka tahun 2020, yang kemudian dikembangkan dalam permendikbudristek
dikti nomor 53 tentang penjaminan mutu, serta pedoman yang ditetapkan baik
terkait penjaminan mutu maupun kurikulum merdeka belajar kampus merdeka  merupakan kebijakan pemerintah yang mendasari
pendidikan formal seperti Pendidikan Tinggi keagamaan Kristen untuk merumuskan
integrase pendidikan warga gereja dengan pendidikan tinggi keagamaan Kristen.



 



Alternatif meningkatkan
kompetensi pelayan Kristen.



Warga gereja adalah input bagi Pendidikan Tinggi Teologi, secara khusus
mereka yang telah mengikuti pendidikan warga gereja (non formal) yang
bekerjasama dengan pendidikan tinggi keagamaan Kristen. Integrasi pendidikan
warga gereja akan mengakibatkan kualitas input pendidikan tinggi keagamaan
Kristen menjadi lebih baik. Pada sisi lain pendidikan tinggi keagamaan Kristen
perlu memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan kegiatan belajar yang ada pada
pendidikan warga gereja dengan melakukan equivalensi terstruktur dan
equivalensi tidak terstruktur sebagaimana juga dijelaskan dalam kurikulum
merdeka dan merdeka belajar.



Pada sisi lain, pendidikan tinggi keagamaan Kristen perlu menyadari
bahwa Gereja adalah pengguna lulusan pendidikan tinggi teologi, pada semua
program studi, sehingga kemampuan pelayanan yang dikemangkan dalam gereja perlu
menjadi mata kuliah pada pendidikan tinggi keagamaan Kristen. Integrasi itu
akan membuat pendidikan tinggi keagamaan Kristen dapat memahami kebutuhan
gereja, sehingga kontribusi pendidikan tinggi teologi menjadi tepat sasaran.



Menurut penelitian saya sebagai Pembina pada banyak pendidikan tinggi
teologi, baik ketika berada sebagai ketua bidang penelitian Perkumpulan Dosen
dan Perguruan Tinggi Kristen (PDPTKI), Ketua Umum Asosiaso Program Studi Ilmua
Keagamaan (APSIK), juga sebagai asesor lembaga akreditasi mandiri kependidikan
(LAMDIK), serta pernah menjadi narasumber 
perumusan kurikulum mengacu KKNI pada tahun 2017, terlihat jelas bahwa
Perguruan Tinggi kegamaan Kristen belum mampu melakukan integrasi pendidikan
warga gereja dan pendidikan tinggi keagamaan Kristen. Salah satu persoalannya
adalah pendidikan tinggi keagamaan Kristen pada umumnya belum mampu merumuskan
kurikulum mereka dengan baik, sehingga tidak memiliki rencana yang baik bukan
hanya untuk luarannya, tapi juga seleksi input, dan kemudian tentunya
mengakibatkan proses untuk mencapai profil lulusan tidak dapat dipetakan dengan
baik.



Kurikulum adalah sebuah rencana, tanpa sebuah rencana yang baik tidak
dapat diharapkan hasil sesuai yang diharapkan. Salah satu rencana yang perlu
dirumuskan dengan baik adalah perumusan kurikulum dan pengembangan kurikulum
untuk merepons perubahan.



 



Penutup



Integrasi pendidikan warga gereja dan pendidikan tinggi keagamaan
Kristen memiliki pijakan yang kuat, karena itu gereja dan lembaga pendidikan
tinggi keagamaan Kristen, perlu membangun kemitraan bukan hanya pada gereja-gereja
sealiran dengan pendidikan tinggi keagamaan Kristen, tetapi juga kemitraan
dengan gereja-gereja yang beragam aliran untuk bersama meningkatkan kompetensi
tenaga pelayan Kristen.



 





---






[1]              Religion is the aspect of the
depth in totality of human spirit. It means that the religious aspect points to
what is ultimate, infinite, unconditional in man's spiritual life. Religion, in
the largest and the most basic sense of the world, is ultimate concern. And
ultimate concern is manifest in all creative functions of human spirit.Yonathan
Wijaya Lo, “Iman Kristen dan Mandat Budaya,”dalam Benyamin F. Intan (ed), God's
Fiery Challenger for Our Time (Jakarta: RCRS, 2007), h. 351.







[2] Gavin Heron & Pam Green Lister, “ Influence of
National Qualifications Frameworks in Conceptualising Feedback to Students” Social
Work Education,  Vol. 33 (4),  2014, hh. 
420–434,







[3] Ibid.








[4] Irma
Spûdytë, Saulius Vengris, Mindaugas Misiûnas, “Qualifications of Higher
education in The National Qualifications Framework” Vocational Education: Research and reality ,2006, h. 23.







[5]    Scott
Fernie, Nick Pilcher & Karen L. Smith, “The Scottish Credit and
Qualifications Framework: what’s academic practice got to do with it?” European Journal of Education, Vol. 49,
No. (2) 2013, h. 233.







[6]    Roslyn
Cameron “Developing a qualifications structure for the finance services
industry in Malaysia and beyond,” Australian
Journal of Adult Learning, Volume 54, Nomor (3), 2014, h. 344.







[7] Aileen Ponto, “Qualifications
transfer?” Frameworks in the UK: Do they support credit , International Journal of Continuing Education and Lifelong Learning,
Volume 6 (1), 20







[8] Tom Karm ,”Learning from Successful
Skills Development Systems: Lessons from Australia,” UNESCO IBE , 2014, h. 235.







[9] Peraturan
Pemerintah Nomor 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional
Pasal 1 ayat 1. h. 3.







[10] Ibid.








[11]
Ibid.

 


https://www.binsarinstitute.id/2024/08/pendidikan-formal-dan-non-formal.html  />




Karya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia


http://dlvr.it/TCKFvH

Kedaulatan rakyat

 

 




 

 Rancangan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) jelas merupakan produk elit DPR semata. Bukan hanya waktu untuk menggodok RUU Pilkada yang sangat singkat, yaitu hanya dalam hitungan jam, partisipasi masyarakat juga sangat minim.

Kebijakan publik dalam sebuah demokrasi sejatinya mengikutsertakan masyarakat, apalagi dalam kaitan pemilihan kepala daerah. Mereka yang terpilih sebagai kepala daerah perlu terseleksi dengan baik, sehingga kesejahteraan rakyat menjadi tujuan utama.

Apa jadinya jika sebuah kebijakan terkait pilkada justru membelenggu kader-kader unggul untuk hadir mengabdikan diri mereka bagi kesejahteraan rakyat?

Nafsu untuk berkuasa sejatinya perlu dikubur oleh para elit negeri ini, memang politik adalah persoalan kekuasaan, tapi kekuasaan itu perlu bermuara pada kesejahteraan rakyat, bukannya merampok kekayaan negara untuk kepentingan diri sendiri, atau keluarga.

Mereka yang tidak peduli dengan kesejahteraan rakyat akan dihukum oleh rakyat. Ingat, Rakyat adalah pemilik kedaulatan negeri ini!

 


https://www.binsarinstitute.id/2024/08/kedaulatan-rakyat.html  /> Karya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia


http://dlvr.it/TCJp4T

Friday, August 23, 2024

Menjaga Konstitusi, Menjaga Negara

 







Apa yang membuat gairah DPR membangkang pada konstitusi negeri ini?

Apakah karena haus kekuasaan DPR rela mengorbankan keutuhan bangsa?

Siapapun yang sadar konstitusi di negeri ini pasti akan turun kejalan atau melawan dengan cara apapun menentang kepongahan DPR yang mengabaikan ketetapan Mahkamah Institusi yang bersifat final dan mengikat.

Meski massa yang turun ke jalan telah membuat keder para elit DPR, kita tidak boleh abai menjaga konstitusi di negeri ini. Mengangkangi Konstitusi sama saja meluluhlantakkan sebuah bangsa. 





https://www.binsarinstitute.id/2024/08/menjaga-konstitusi-menjaga-negara.html /> Karya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia


http://dlvr.it/TCGG39

Wednesday, August 21, 2024

Thursday, August 8, 2024

Membuat Laporan Buku yang Menarik

Membuat Laporan Buku yang Menarik


Membuat Laporan Buku yang Menarik merupakan kebutuhan untuk mememenuhi proses pembelajaran.
 

Membuat laporan buku, atau bacaan merupakan tugas penting yang harus dilakukan mahasiswa, karena penulisan laporan buku yang baik akan menolong dosen memahami, apakah mahasiswa yang mengikuti kuliah dapat memahami materi yang diajarkan pada mata kuliah itu. Sehingga dosen dapat memberikan evaluasi yang tepat untuk setiap mahasiswa.

 Mulai dengan meringkas



Pembuatan laporan buku atau laporan bacaan bertujuan agar mahasiswa membaca buku-buku yang diwajibkanm untuk dapat memahami isi buku itu. Karena itu, semua prosedur untuk meringkas buku perlu diterapkan dalam menyusun laporan buku.

Laporan buku atau bacaan hanya menyampaikan hal-hal yang esensial, yang berkaitan dengan tugas yang diberikan dosen. 

Penulis laporan buku mesti memahami bahwa apa yang disampaikan merupakan hal-hal yang penting terkait tugas laporan buku, atau bacaan bukan mengenai pengalaman pribadi penulis atau hal-hal yang kurang penting.

Isi laporan Buku



Untuk membuat sebuah laporan buku kita tidak perlu memuat semua unsur-unsur dalam sebuah laporan formal.  Laporan buku, atau bacaan cukup berisi, Judul, Pendahuluan, Isi laporan, Kesimpulan dan Saran.

Pada bagian pendahuluan, penulisan laporan buku perlu mengemukakan tugas yang diberikan pada mata kuliah yang diikuti, tingkat pendidikan, dengan menyebutkan judul buku, nama pengarang, tempat penerbitan, penerbit, tahun terbit, cetakan atau edisi , jumlah halaman, dan jumlah bab. Bagian ini disebut keterangan teknis buku yang dilaporkan.






(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});


Pada isi laporan buku atau bacaan penulis melaporkan inti pokok dari laporan buku, berupa ringkasan isi buku, bagian demi bagian.  Sebagaimana dalam meringkas buku, tahapan meringkas perlu diperhatikan.




Beberapa patokan untuk menyusun ringkasan yang baik:



1. Penulis ringkasan perlu membaca buku beberapa kali buku yang akan diringkas. Pada tahap awal usahakan membaca buku secara keseluruhan untuk memahami maksud penulis, jika perlu beberapa kali untuk mengetahui kesan umum buku itu, maksud dan tujuan penulisan, serta sudut pandang penulis buku itu.





2. Setelah membaca keseluruhan buku, bacalah bagian-bagian buku dengan mencatat gagasan utama atau gagasan penting dari buku yang akan diringkas, bisa diberi garis bawah, atau langsung saja kedalam sebuah template draft ringkasan.





3. Membuat reproduksi. 



Berdasarkan data-data yang dikumpulkan penulis, maka dibuatlah draft ringkasan berdasarkan gagasan-gagasan utama yang telah dicatat penulis. 



Karena ringkasan adalah sebuah reproduksi, maka penulis harus menyusun kalimat-kalimat baru sehingga inti buku itu dapat tetap tampak dalam ringkasan yang dibuat. 



Penulis ringkasan tidak boleh menggunakan kalimat asli dari penulis buku, kecuali jika gagasan-gagasan itu penting sekali, atau karya pemikiran penulis buku tersebut.



Ringkasan buku itu akan menjadi isi laporan buku, atau laporan bacaan. Namun, sebuah laporan buku tidak hanya berakhir dengan penyajian ringkasan, tetapi perlu diakhiri dengan kesimpulan.

Kesimpulan yang dituliskan dalam sebuah laporan bacaan berisi penilaian penulis tentang isi buku, cara pendekatan masalah, penyusunan, bahasa yang digunakan, teknik pencetakan. 

Kesimpulan ini berisi pendapat mahasiswa mengenai kelebihan dan kekurangan buku yang dilaporkan. Bagian ini bisa menjadi latihan membaca secara kritis.

Membuat laporan buku bukan hanya menolong mahasiswa memahami buku yang dibaca sebagaimana maksud penulis buku itu, tetapi juga melatih mahasiswa untuk membaca buku secara kritis.

Dr. Binsar Antoni Hutabarat

Untuk mendapatkan artikel Dr. Binsar Antoni Hutabarat Klik. LINK ini.


https://bit.ly/3cDiTW5 />

Menulis laporan buku yang menarik/2020/09/membuat-laporan-buku-yang-menarik.html






(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});


Karya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia


http://dlvr.it/TBdqjn

Binsar Antoni Hutabarat: Kebohongan Sekte Setan!

Binsar Antoni Hutabarat: Kebohongan Sekte Setan! :   Kebohongan Satanic atau Sekte Setan! Informasi terkair beredarnya kitab satanic yan...