Sunday, February 11, 2024
Pemilu damai tanggung jawab semua rakyat Indonesia
http://dlvr.it/T2bJCrKarya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia
http://dlvr.it/T2bSQS
perlu pemimpin berkarakter
http://dlvr.it/T2bJ3zKarya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia
http://dlvr.it/T2bSFw
Pemilu damai adalah hak rakyat Indonesia
http://dlvr.it/T2bHx8Karya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia
http://dlvr.it/T2bS3H
Kampanye pengerahan massa utamanya untuk menghadirkan pemilu damai.
http://dlvr.it/T2bHkPKarya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia
http://dlvr.it/T2bRpD
Friday, February 9, 2024
Pemilu dan Jargon Politik Dinasti
Pemilihan umum merupakan cara damai bagi berlangsungnya perubahan kepemimpinan untuk menghadirkan kesejahteraan rakyat yang lebih baik. Harapan untuk menghadirkan kehidupan yang lebih baik itu dirayakan dalam acara yang biasa disebut pesta demokrasi.
Sejatinya, pemilu perlu berlangsung secara damai, dan yang ditampilkan adalah program-program unggul, yang memberikan harapan perubahan bagi semua rakyat. Siapapun pasangan yang menang dalam pemilu, mereka adalah pemimpin terbaik bangsa Indonesia, setidaknya itulah yang dibuktikan di kotak suara.
Jargon politik dinasti
Menjelang pendaftaran calon Presiden dan wakil Presiden terjadi kontroversi yang membelah masyarakat Indonesia. Setidaknya keputusan Mahkamah Konstitusi dianggap menjadi alarm matinya demokrasi di Indonesia, meski indikatornya masih sangat abstrak, apalagi suara publik yang terdengar keras itu berasal dari mereka yang dulunya pendukung Jokowi.
Mereka yang bersuara lantang itu dan membentuk opini publik seakan menjadi suara mayoritas rakyat Indonesia. Secara khusus pada propaganda jargon dinasti politik yang akrab dengan pemerintahan orde baru.
Pada awal pemerintahan Jokowi lima tahun kedua, mereka yang kini menyasar Jokowi juga berteriak keras tidak akan berjuang dijalan-jalan atau demonstrasi mengawal kebijakan pemerintah, tetapi berjuang dari dalam untuk menghadirkaan kebijakan unggul yang menghadirkan kesejahteraan msyarakat dalam pemerintahan Jokowi.
Kita tentu bertanya, mengapa konflik antara PDIP dan Jokowi itu bergerak liar, dan menyasar siapa saja yang dekat dengan Jokowi. Korban pertama adalah Anwar Usman, salah seorang yang memiliki hubungan dekat dengan Jokowi.
Melalui keputusan MKMK, Anwar Usman memang tidak diberhentikan sebagai anggota MK, tetapi vonis yang diberikan menurut saya jauh lebih berat dibandingkan diberhentikan.
Jika diberhentikan Anwar Usman dapat membentuk majelis banding, tetapi dengan hanya diberhentikan sebagai ketua MK, dan tidak sebagai anggota MK, Anwar Usman perlu melewati jalan berliku untuk melakukan pembelaan diri.
Sebenarnya sudah banyak surat-surat kekecewaan yang ditujukan kepada Jokowi dengan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil Presiden Prabowo. Apalagi survey-survey pemilu menunjukkan peluang Prabowo Gibran berada di atas kedua pasangan. Mungkin karena itu pesaing Prabowo Gibran menjadi kalap.
Pencalonan Gibran sebagai wakil Presiden Prabowo mengakibatkan ikatan Prabowo dan Megawati yang pernah menjadi pasangan calon presiden dan wakil presiden pun retak.
Opini publik penghakiman terhadap politik dinasti Jokowi yang menyasar Hakim MK dimotori oleh Tempo, setidaknya ulasan media itu terkait kebocoran rapat-rapat di MK menjadi bukti pengambilan keputusan MKMK.
Bola salju kekecewaan terhadap Jokowi membesar dengan surat-surat terbuka para aktifis yang menentang pencalonan Gibran dengan tuduhan memainkan konstitusi, meski tak ada bukti pelanggaran konstisui, karena MKMK hanya mengadili pelanggaran etik.
Kekecewaan-kekecewaan yang disuarakan pada ruang-ruang publik itu secara khusus media publik, kemudian membentuk opini publik yang menjatuhkan vonis pada Anwar Usman, dan selanjutnya menyandra keputusan MKMK.
Setidaknya ada indikasi, publik dipuaskan dengan keputusan MKMK, meski kita tentu bertanya, kemana suara publik pendukung Jokowi, dan kemana suara-suara partai pendukung Prabowo dan Gibran?
Tampaknya kita akan bertemu dengan drama baru yang akan mengagetkan publik, apalagi Jokowi sudah memngingatkan drama politik yang terjadi sekitar pemilu 2024.
Prabowo yang sudah nyaman duduk dalam pemerintahan Jokowi tiba-tiba menjadi sasaran tembak kelompok yang berseberangan dengaan Jokowi, apalagi yang menjadi pasangannya adalah Gibran.
Masa lalu Prabowo di usik kembali, apalagi partai pendukung Prabowo diantaranya adalah Golkar. Kekuatiran timbulnya pemerintahan gaya orde baru berhembus keras.
Menariknya, Jokowi menjadi sasaran tembak tunggal. Media dalam negeri dan luar negeri mengarahkan beritanya pada jargon itu. Kita tentu heran, bagaimana mungkin demokrasi mengalami kematian, sedang yang berkuasa terus menerus menjadi sasaran tembak, dan seakan tidak merespon, apalagi menggunakan kekuatan aparat pemerintah.
Jargon pemimpin karbitan.
Sentimen terhadap Jokowi memuncak dengan hadirnya Kaesang sebagai ketua Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Pemilu lima tahun lalu PSI yang dimotori anak-anak muda itu menggetarkan partai nasionalis seperti PDIP. Bukan rahasia banyak pemilih PDIP yang terpikat dengan PSI.
Meski belum mampu menembus Senayan, perolehan PSI sebagai partai baru pada pemilu lima tahun yang lalu sangat siginifikan, bahkan mampu melewati partai-partai lama seperti Hanura dan Partai Bulan Bintang misalnya.
Wajar saja kehadiran Kaesang menggetarkan partai yang sedang bersebrangan dengan Jokowi. Padahal, PSI seperti mendapatkan energi baru untuk tampil di senayan pada pemilu 2024. Tetapi, tentu saja kompetitor PSI tidak tinggal diam, pemimpin karbitan pun menjadi jargon untuk membelenggu pergerakan PSI.
Baru-baru ini saya mendapat kabar terkait pencopotan spanduk partai yang bersebrangan dengan PSI yang dilakukan satpol PP, dan berita-berita tentang sikap represi pemerintah, tapi ketika saya amati data yang disampaikan lebih berisi asumsi-asumsi tanpa data memadai, kecurigaan atau entah ketakutan apa yang tiba-tiba muncul di kepala mereka dan langsung saja menafsirkan realitas yang mereka jumpai. Akibatnya bukan berita damai, kesejukan yang disuguhkan di media-media social atau media-media public, sebaliknya kontroversi yang hadir dalam debat kusir yang tak bermuara pada jalan keluar untuk menghadirkan Indonesia yang lebih baik.
Drama politik apalagi yang akan tampil berikutnya?
Kita tentu berharap pemilu damai menjadi tujuan bersama partai-partai politik dan juga ketiga pasangan calon presiden. Kiranya pesta demokrasi 2024 menghantarkan negeri ini pada perubahan yang lebih baik. Kemenangan bagi seluruh rakyat Indonesia, siapapun pemenangnya.
https://www.binsarinstitute.id/2023/11/pemilu-dan-jargon-politik-dinasti.html
/> Karya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia
http://dlvr.it/T2Vjw1
Sejatinya, pemilu perlu berlangsung secara damai, dan yang ditampilkan adalah program-program unggul, yang memberikan harapan perubahan bagi semua rakyat. Siapapun pasangan yang menang dalam pemilu, mereka adalah pemimpin terbaik bangsa Indonesia, setidaknya itulah yang dibuktikan di kotak suara.
Jargon politik dinasti
Menjelang pendaftaran calon Presiden dan wakil Presiden terjadi kontroversi yang membelah masyarakat Indonesia. Setidaknya keputusan Mahkamah Konstitusi dianggap menjadi alarm matinya demokrasi di Indonesia, meski indikatornya masih sangat abstrak, apalagi suara publik yang terdengar keras itu berasal dari mereka yang dulunya pendukung Jokowi.
Mereka yang bersuara lantang itu dan membentuk opini publik seakan menjadi suara mayoritas rakyat Indonesia. Secara khusus pada propaganda jargon dinasti politik yang akrab dengan pemerintahan orde baru.
Pada awal pemerintahan Jokowi lima tahun kedua, mereka yang kini menyasar Jokowi juga berteriak keras tidak akan berjuang dijalan-jalan atau demonstrasi mengawal kebijakan pemerintah, tetapi berjuang dari dalam untuk menghadirkaan kebijakan unggul yang menghadirkan kesejahteraan msyarakat dalam pemerintahan Jokowi.
Kita tentu bertanya, mengapa konflik antara PDIP dan Jokowi itu bergerak liar, dan menyasar siapa saja yang dekat dengan Jokowi. Korban pertama adalah Anwar Usman, salah seorang yang memiliki hubungan dekat dengan Jokowi.
Melalui keputusan MKMK, Anwar Usman memang tidak diberhentikan sebagai anggota MK, tetapi vonis yang diberikan menurut saya jauh lebih berat dibandingkan diberhentikan.
Jika diberhentikan Anwar Usman dapat membentuk majelis banding, tetapi dengan hanya diberhentikan sebagai ketua MK, dan tidak sebagai anggota MK, Anwar Usman perlu melewati jalan berliku untuk melakukan pembelaan diri.
Sebenarnya sudah banyak surat-surat kekecewaan yang ditujukan kepada Jokowi dengan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil Presiden Prabowo. Apalagi survey-survey pemilu menunjukkan peluang Prabowo Gibran berada di atas kedua pasangan. Mungkin karena itu pesaing Prabowo Gibran menjadi kalap.
Pencalonan Gibran sebagai wakil Presiden Prabowo mengakibatkan ikatan Prabowo dan Megawati yang pernah menjadi pasangan calon presiden dan wakil presiden pun retak.
Opini publik penghakiman terhadap politik dinasti Jokowi yang menyasar Hakim MK dimotori oleh Tempo, setidaknya ulasan media itu terkait kebocoran rapat-rapat di MK menjadi bukti pengambilan keputusan MKMK.
Bola salju kekecewaan terhadap Jokowi membesar dengan surat-surat terbuka para aktifis yang menentang pencalonan Gibran dengan tuduhan memainkan konstitusi, meski tak ada bukti pelanggaran konstisui, karena MKMK hanya mengadili pelanggaran etik.
Kekecewaan-kekecewaan yang disuarakan pada ruang-ruang publik itu secara khusus media publik, kemudian membentuk opini publik yang menjatuhkan vonis pada Anwar Usman, dan selanjutnya menyandra keputusan MKMK.
Setidaknya ada indikasi, publik dipuaskan dengan keputusan MKMK, meski kita tentu bertanya, kemana suara publik pendukung Jokowi, dan kemana suara-suara partai pendukung Prabowo dan Gibran?
Tampaknya kita akan bertemu dengan drama baru yang akan mengagetkan publik, apalagi Jokowi sudah memngingatkan drama politik yang terjadi sekitar pemilu 2024.
Prabowo yang sudah nyaman duduk dalam pemerintahan Jokowi tiba-tiba menjadi sasaran tembak kelompok yang berseberangan dengaan Jokowi, apalagi yang menjadi pasangannya adalah Gibran.
Masa lalu Prabowo di usik kembali, apalagi partai pendukung Prabowo diantaranya adalah Golkar. Kekuatiran timbulnya pemerintahan gaya orde baru berhembus keras.
Menariknya, Jokowi menjadi sasaran tembak tunggal. Media dalam negeri dan luar negeri mengarahkan beritanya pada jargon itu. Kita tentu heran, bagaimana mungkin demokrasi mengalami kematian, sedang yang berkuasa terus menerus menjadi sasaran tembak, dan seakan tidak merespon, apalagi menggunakan kekuatan aparat pemerintah.
Jargon pemimpin karbitan.
Sentimen terhadap Jokowi memuncak dengan hadirnya Kaesang sebagai ketua Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Pemilu lima tahun lalu PSI yang dimotori anak-anak muda itu menggetarkan partai nasionalis seperti PDIP. Bukan rahasia banyak pemilih PDIP yang terpikat dengan PSI.
Meski belum mampu menembus Senayan, perolehan PSI sebagai partai baru pada pemilu lima tahun yang lalu sangat siginifikan, bahkan mampu melewati partai-partai lama seperti Hanura dan Partai Bulan Bintang misalnya.
Wajar saja kehadiran Kaesang menggetarkan partai yang sedang bersebrangan dengan Jokowi. Padahal, PSI seperti mendapatkan energi baru untuk tampil di senayan pada pemilu 2024. Tetapi, tentu saja kompetitor PSI tidak tinggal diam, pemimpin karbitan pun menjadi jargon untuk membelenggu pergerakan PSI.
Baru-baru ini saya mendapat kabar terkait pencopotan spanduk partai yang bersebrangan dengan PSI yang dilakukan satpol PP, dan berita-berita tentang sikap represi pemerintah, tapi ketika saya amati data yang disampaikan lebih berisi asumsi-asumsi tanpa data memadai, kecurigaan atau entah ketakutan apa yang tiba-tiba muncul di kepala mereka dan langsung saja menafsirkan realitas yang mereka jumpai. Akibatnya bukan berita damai, kesejukan yang disuguhkan di media-media social atau media-media public, sebaliknya kontroversi yang hadir dalam debat kusir yang tak bermuara pada jalan keluar untuk menghadirkan Indonesia yang lebih baik.
Drama politik apalagi yang akan tampil berikutnya?
Kita tentu berharap pemilu damai menjadi tujuan bersama partai-partai politik dan juga ketiga pasangan calon presiden. Kiranya pesta demokrasi 2024 menghantarkan negeri ini pada perubahan yang lebih baik. Kemenangan bagi seluruh rakyat Indonesia, siapapun pemenangnya.
https://www.binsarinstitute.id/2023/11/pemilu-dan-jargon-politik-dinasti.html
/> Karya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia
http://dlvr.it/T2Vjw1
Wednesday, February 7, 2024
Soal Perjokian Guru Besar
Penelusuran Kompas terkait perjokian di pendidikan tinggi untuk mendapatkan Guru Besar tentu sangat memprihatinkan. Pertanyaannya kemudian, apa yang harus dilakukan untuk memutus rantai perjokian Guru Besar yang memang sangat merugikan masyarakat, bangsa dan negara.
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Jabatan guru besar sesungguhnya penghargaan pemerintah terhadap kontribusi kecendikiawanan seorang Guru Besar. Karya-karya Guru Besar sejatinya memiliki dampak bagi peningkatan kesejahteraan rakyat yang menjadi tugas pemerintah, itu sebabnya pemerintah berterima kasih terhadap sang Guru Besar itu dan memberikan jabatan dan honor atas jabatan Guru Besar yang telah membantu tugas pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Karena Guru Besar memiliki kontribusi penting bagi kesejahteraan rakyat Indonesia, pembangunan masyarakat Idonesia yang adil dan sejahtera, maka pelaksana kebijakan yang menjalankan mekanisme yang ditetapkan untuk menjadi Guru Besar mestinya tidak merepotkan calon Guru Besar, apalagi ada kabar bahwa untuk menjadi Guru Besar Dosen mesti mengeluarkan biaya mahal. Belum lagi untuk pengukuhan Guru Besar yang biasanya diadakan di Perguruan Tinggi, calon Guru Besar harus mengeluarkan biaya tidak sedikit. Persoalan yang ada daalam proses menjadi Guru Besar bukan hanya masalah perjokian, tapi juga masalah birokrasi yang korup.
Terkait dengan perjokian, menurut saya masalahnya adalah minimnya kelompok riset pada perguruan tinggi. Banyak karya-karya ilmiah sekadar hadir pada Jurnal bereputasi bukan karya yang dihasilkan dari penelitian yang mendalam. Publikasi karya ilmiah di jurnal jurnal internasional dan juga jurnal-jurnal nasional jika kita mengamati minim dengan temuan-temuan baru, karenamemang karya-karya itu hasil pengembangan tulisan-tulisan terdahulum, bukan pengembangan hasil riset terdahulu. Padahal Jurnal ilmiah mestinya adalah hasil penelitian, meski Jurnal ilmiah berbeda dengan laporan penelitian seperti Skripsi, Tesis, dan Disertasi.
Perguruan tinggi di Indonesia perlu menetapkan Road Map Penelitian, mengintegrasikan Penelitian dengan Pengabdian Masyarakat dan Pendidikan, pengajaran. Tapi, bagaimana itu bisa terjadi bila kelompok-kelompok riset yang merupakan pengembangan keilmuan itu tidak ada atau tidak aktif melaksanakan Penelitian?
Herannya meski tanpa kelompok-kelompok riset artikel yang terbit di Jurnai internasional terus saja bertambah dan tentu saja kita tidak heran jika meningkatnya artikel di Jurnal Internasional dan Jurnal nasional terindeks Sinta itu tanpa kontribus berarti bagi pengembangan keilmuan, apalagi bagi kesejahteran masyarakat Indonesia.
https://www.binsarinstitute.id/2023/02/soal-perjokian-guru-besar.html
/>
/**/
Karya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia
http://dlvr.it/T2R3zz
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Jabatan guru besar sesungguhnya penghargaan pemerintah terhadap kontribusi kecendikiawanan seorang Guru Besar. Karya-karya Guru Besar sejatinya memiliki dampak bagi peningkatan kesejahteraan rakyat yang menjadi tugas pemerintah, itu sebabnya pemerintah berterima kasih terhadap sang Guru Besar itu dan memberikan jabatan dan honor atas jabatan Guru Besar yang telah membantu tugas pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Karena Guru Besar memiliki kontribusi penting bagi kesejahteraan rakyat Indonesia, pembangunan masyarakat Idonesia yang adil dan sejahtera, maka pelaksana kebijakan yang menjalankan mekanisme yang ditetapkan untuk menjadi Guru Besar mestinya tidak merepotkan calon Guru Besar, apalagi ada kabar bahwa untuk menjadi Guru Besar Dosen mesti mengeluarkan biaya mahal. Belum lagi untuk pengukuhan Guru Besar yang biasanya diadakan di Perguruan Tinggi, calon Guru Besar harus mengeluarkan biaya tidak sedikit. Persoalan yang ada daalam proses menjadi Guru Besar bukan hanya masalah perjokian, tapi juga masalah birokrasi yang korup.
Terkait dengan perjokian, menurut saya masalahnya adalah minimnya kelompok riset pada perguruan tinggi. Banyak karya-karya ilmiah sekadar hadir pada Jurnal bereputasi bukan karya yang dihasilkan dari penelitian yang mendalam. Publikasi karya ilmiah di jurnal jurnal internasional dan juga jurnal-jurnal nasional jika kita mengamati minim dengan temuan-temuan baru, karenamemang karya-karya itu hasil pengembangan tulisan-tulisan terdahulum, bukan pengembangan hasil riset terdahulu. Padahal Jurnal ilmiah mestinya adalah hasil penelitian, meski Jurnal ilmiah berbeda dengan laporan penelitian seperti Skripsi, Tesis, dan Disertasi.
Perguruan tinggi di Indonesia perlu menetapkan Road Map Penelitian, mengintegrasikan Penelitian dengan Pengabdian Masyarakat dan Pendidikan, pengajaran. Tapi, bagaimana itu bisa terjadi bila kelompok-kelompok riset yang merupakan pengembangan keilmuan itu tidak ada atau tidak aktif melaksanakan Penelitian?
Herannya meski tanpa kelompok-kelompok riset artikel yang terbit di Jurnai internasional terus saja bertambah dan tentu saja kita tidak heran jika meningkatnya artikel di Jurnal Internasional dan Jurnal nasional terindeks Sinta itu tanpa kontribus berarti bagi pengembangan keilmuan, apalagi bagi kesejahteran masyarakat Indonesia.
https://www.binsarinstitute.id/2023/02/soal-perjokian-guru-besar.html
/>
/**/
Karya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia
http://dlvr.it/T2R3zz
Merindukan Perjamuan Kudus
Merindukan Perjamuan Kudus
Sejak Covid melanda Indonesia dan dunia, Maret 2020 kami memasuki ibadah online. Jemaat yang ditahbiskan berdiri pada Februari 2020 harus berhenti menyelenggarakan ibadah onsite. Ibadah online dengan segala hambatannya dapat dijalani dengan baik. Hanya saja selama masa itu kami tidak pernah menyelenggarakan perjamuan Kudus.
Tahun ini 2022, jemaat mulai megadakan ibadah onsite, masih dengan berbagai hambatan yang tidak biasa kami alami sebelumnya. Syukur jemaat yang baru didirikan dan masih terbilang kecil ini memiliki kedekatan, tidak seperti jemaat yang besar dan tidak saling mengenal.
Minggu 30 Oktober 2022 itulah ibadah Perjamuan Kudus pertama yang diselenggatakan. diawali khotbah tentang makna Perjamuan Kudus dan bagaimana seharusnya jemaat menerima Prjamuan Kudus, jemaat dapat menikmati Perjamuan Kudus dengan pemahaman yang benar.
Setelah Ibadah Perjamuan Kudus, jemaat menggelar perjamuan kasih. kebersamaan dan keceriaan jemaat tampak terasa dalam sikap saling melayani. Kiranya Tuhan memelihara JemaatNya.
https://www.binsarinstitute.id/2022/10/merindukan-perjamuan-kudus.html
/> Karya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia
http://dlvr.it/T2R3jz
Sejak Covid melanda Indonesia dan dunia, Maret 2020 kami memasuki ibadah online. Jemaat yang ditahbiskan berdiri pada Februari 2020 harus berhenti menyelenggarakan ibadah onsite. Ibadah online dengan segala hambatannya dapat dijalani dengan baik. Hanya saja selama masa itu kami tidak pernah menyelenggarakan perjamuan Kudus.
Tahun ini 2022, jemaat mulai megadakan ibadah onsite, masih dengan berbagai hambatan yang tidak biasa kami alami sebelumnya. Syukur jemaat yang baru didirikan dan masih terbilang kecil ini memiliki kedekatan, tidak seperti jemaat yang besar dan tidak saling mengenal.
Minggu 30 Oktober 2022 itulah ibadah Perjamuan Kudus pertama yang diselenggatakan. diawali khotbah tentang makna Perjamuan Kudus dan bagaimana seharusnya jemaat menerima Prjamuan Kudus, jemaat dapat menikmati Perjamuan Kudus dengan pemahaman yang benar.
Setelah Ibadah Perjamuan Kudus, jemaat menggelar perjamuan kasih. kebersamaan dan keceriaan jemaat tampak terasa dalam sikap saling melayani. Kiranya Tuhan memelihara JemaatNya.
https://www.binsarinstitute.id/2022/10/merindukan-perjamuan-kudus.html
/> Karya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia
http://dlvr.it/T2R3jz
Subscribe to:
Posts (Atom)
Binsar Antoni Hutabarat: Kebohongan Sekte Setan!
Binsar Antoni Hutabarat: Kebohongan Sekte Setan! : Kebohongan Satanic atau Sekte Setan! Informasi terkair beredarnya kitab satanic yan...
-
https://www.binsarhutabarat.com/2023/02/beda-dosen-home-base-dan-dosen-tetap.html Salah satu persoalan yang menyebabkan beberapa Pen...
-
https://bit.ly/3cDiTW5 ALUR PENELITIAN PERMASALAHAN----------------------------------- TEORI PENDUKUNG ...
-
http://dlvr.it/T2bHx8Karya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia ...