Monday, September 23, 2024

Kemampuan berpikir kritis

 Kemampuan berpikir kritis




Kemampuan berpikir kritis perlu diajarkan pada sekolah-sekolah keagamaan agar dialog antaragama tidak saling memaksakan, sebaliknya dialog agama akan memperkaya agama-agama yang berbeda, tanpa melepaskan identitas agama yang berbeda-beda.

Kemampuan berpikir kritis itu sendiri sesungguhnya sudah menjadi mata kuliah yang jamak diajarkan pada perguruan tinggi, bahkan siswa kelas menengah juga sudah belajar berpikir Tingkat tinggi, yaitu terkait kemampuan analisis, evaluasi dan pengembangan penerapan-penerapan teori.

Kemampuan berpikir kritis penting karena saat ini data tersebar luas, sumber bacaan melimpah, dan dapat diakses dengan mudah oleh setiap orang. Itulah sebabnya kemampuan berpikir kritis, salah satunya kemampuanmenganalisis data diperlukan agar Masyarakat tidak menjadi korban HOAX.

Kemajuan literasi Indonesia juga memaksa semua individu, apalagi mereka yang berada pada sekolah keagamaan untuk mampu berpikir kritis. Literasi di Indonesia saat ini tidak hanya focus pada kemampuan baca tulis, tetapi juga telah meningkat pada kemampuan makna tersirat dan tersurat, pemahaman teori, dan pengembangan teori.

Apabila sekolah-sekolah keagamaan tidak memiliki kemampuan berpikir kritis maka dialog agama akan dipenuhi dengan debat yang kerap menjurus pada konflik untuk memaksakan kebenaran klaim agama, padahal klaim agama hanya benar sebatas data-data atau argumentasi yang mendukung klaim agama itu.

Usaha merumuskan doktrin agama tentu saja memiliki prosedur tertentu, dan itu perlu dikuasai, bahkan perlu pengembangan. Indoktrinasi agama tidak perlu dihadirkan pada kelas-kelas kuliah keagamaan, apalagi kita semua paham dalam pembelajaran orang dewasa, pengetahuan bukan ditransfer, tapi dikonstruksi oleh individu yang terlibat dalam proses pembelajaran. Itulah sebabnya jawaban Tunggal atas pertanyaan-pertanyaan doktrin agam apapun sudah tidak pada tempatnya.

Menurut saya debat antara fundamentalisme atau konservativisme dengan liberalisme dalam konteks agama tidak lagi lagi perlu saling menegasikan yang lain, tetapi menjadi tempat untuk saling belajar dan memperdalam pengetahuan agama-agama serta aliran-aliran atau denominasi agama yang berbeda.
https://www.binsarinstitute.id/2024/09/kemampuan-berpikir-kritis_0895962014.html /> Karya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia


http://dlvr.it/TDYchl

Sunday, September 22, 2024

Saturday, September 21, 2024

Agama untuk keadilan, kebaikan untuk semua


http://dlvr.it/TDVxYtKarya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia


http://dlvr.it/TDVzGQ

Mencari Tuhan, Satu Tuhan banyak agama.


http://dlvr.it/TDVkZVKarya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia


http://dlvr.it/TDVm27

Ketidakberdosaan bunda Maria

 




Ketidakberdosaan bunda Maria

Salah satu perdebatan antara Katolik dan Protestan adalah soal ketidakberdosaan Maria. Umat Katolik percaya bahwa sebagai ibu Tuhan, Maria tidak berdosa, dan Maria tidak memiliki anak kecuali Yesus yang dikandung dari Roh Kudus.

Menurut saya pengagungan umat Katolik terhadap Maria wajar saya. Sebagai ibu Tuhan, tentu saja Maria adalah orang pilihan Tuhan yang dikarunia Tuhan keagungan. Jika kita bersedia mendengarkan mengapa umat katolik berdoa kepada Maria ibu Yesus sebagai tradisi yang diwarisi umat Katolik terlihat bahwa posisi Maria sebagai Ibu Tuhan sangat sentral.

Menariknya serangan mereka yang menolak ketidakberdosaan Maria justru tidak menggunakan data-data Alkitab, seperti misalnya yang terkandung dalam pernyataan berikut, Jika Maria tidak berdosa, maka berarti bukan hanya Yesus yang tidak berdosa, dan berarti Maria juga tidak memerlukan penebusan dosa.

Mereka yang menyerang ketidakberdosaan Maria, dan kuatir bahwa pwngakuan ketidakberdosaan Maria akan membuat orang kehilangan iman, yaitu iman terhadap Yesus  mati untuk semua orang, termasuk Maria. Lucunya lagi, kemudian mereka langsung berdiri sebagai hakim, menerima ketidakberdosaan Maria berarti mengakui ada kesalahan dalam Alkitab.

Debat ketidakberdosaan Maria menurut saya tidak perlu dilanjutkan, karena usaha mengumpulkan bukti-bukti ketidakberdosaan Maria itu mustahil. Demikian juga karena Maria adalah ciptaan Allah, dan janji penebusan manusia berdosa terjadi pada saat kejatuhan Adam dan Hawa, maka dalam perspektif Tuhan taka da persoalan dengan ketidakberdosaan Maria, karena pengampunan dosa itu sudah dinyatakan sebelum kelahiran Maria.

Jika kita memahami bahwa ketidakberdosaan Maria adalah iman umat Katolik, dan itu tidak memerlukan bukti apapun, apalagi saksi-saksinya tidak mungkin lagi dijumpai, maka untuk apa memperdebatkan iman umat Katolik? 




Umat Protestan sebaiknya lebih mengambil sikap mendengarkan pengakuan iman Katolik, demikian juga umat Katolik dapat memahami mengapa umat protestan tidak mempercayai ketidakberdosaan Bunda maria.

Dialog agama antara umat katolik dan Protestan, tak perlu saling memaksakan klaim yang berbeda, aplagi klaim itu sendiri taka ada yang absolut. Dan jika dihubungkan dengan iman, klaim ketidakberdosaan Bunda Maria bisa dikatakan sebagai identitas umat Katolik, dan yang berbeda itu perlu menghargai. 

Kita semua adalah manusia yang terbatas, Biarlah Allah yang menghakimi, apalagi meneriakkan yang berbeda itu sesat. Mewartakan nilai-nilai eksklusive perlu dilandaskan semangat persaudaraan sebagai sesama manusia.
https://www.binsarinstitute.id/2024/09/ketidakberdosaan-bunda-maria.html /> Karya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia


http://dlvr.it/TDVQVH

Friday, September 20, 2024

Mencari Tuhan?

 






Mencari
Tuhan



 



Manusia yang mencari
Tuhan akan menemukan Tuhan, tapi pada sisi lain manusia yang mencari Tuhan itu sedang meninggalkan Tuhan. Bukankah Adam dan Hawa menyembunyikan diri dari Tuhan yang mencari manusia berdosa. Ini tentulah sebuah paradoks menurutku.


Bagaimana mungkin manusia yang menyembunyikan diri dari
Tuhan itu berkeinginan mencari Tuhan? Sebuah paradoks  yang tak mudah memahaminya.



Sejak kecil
aku dibimbing orang tua untuk mencari Tuhan, atau setidaknya belajar mengenal
Tuhan, itu sebabnya aku di bawa orang tua ke gereja. 

Tapi herannya, Ayah tak
rajin ke gereja, beliau pergi ke gereja pada hari-hari tertentu, biasanya pada
acara Natal dan Tahun Baru. Tapi aku belajar banyak terkait idealisme dan
dedikasi pada pekerjaan yang tak banyak kujumpai dari mereka yang rajin beribadah sekalipun.


Pada tahun 1986 saat itu aku berada pada semester
akhir perkuliahan, aku sedang gundah gulana, karena tak tahu apa
yang menjadi capaian masa depan. Pada saat genting itu hadirlah beberapa teman SMA
yang sangat bergairah bersaksi bahwa mereka telah menemukan Tuhan yang sejati.



Beberapa
teman yang bersaksi itu tak memiliki pengetahuan agama yang luar biasa, tapi
mereka mengatakan telah menemukan Tuhan yang sejati, dan menerimanya dalam hati
mereka. 

Lagi-lagi sebuah paradoks, Allah hadir dimana-mana, karena dia maha
hadir, menurutku wajar saja jika Allah itu hadir pada hidup temanku itu, tapi sebelumnya
dia mungkin tak menyadari kehadiran Yang Maha Hadir. 

Ketika pertama kali mendengar istilah menemukan Tuhan itu aku
juga bingung, apalagi ketika mereka menyaksikan pengalaman-pengalaman baru yang
membahagiakan hidup mereka.



Karena
ingin menghargai teman-teman yang baik dan rajin mendoakan agar aku menemukan
Tuhan seperti mereka, dalam arti mengalami perubahan hidup, aku ikut saja apa
yang mereka katakan, jadilah aku layaknya murud mereka.

Kesaksian mereka aku telan bulat-bulat dalam arti aku
percaya mereka jujur, tapi aku bingung karena itu kan pengalaman pribadi, Sering aku berpikir, apa
perlu dipaksakan pada yang lain, atau tepatnya, apa perlu semua orang mengalami hal
yang sama dengan teman ku itu?



Beberapa
bulan kemudian, aku pun mengalami pengalaman seperti mereka, aku merasa ada
perubahan hidup yang dapat ku lihat secara nyata, dari orang yang biasa
minum-minuman keras, merokok dan beberapa kebiasaan buruk, aku bisa terbebas.
Aku menemukan Tuhan!



Perjalanan
menemukan Tuhan ternyata tidak pernah final, aku terus menyusuri jejak Tuhan,
dan jejak Tuhan itu kerap kulihat hilang dari mereka yang menyaksikan menemukan
Tuhan. 

Aku mulai berpikir, mengapa jejak-jejak Tuhan itu tidak semakin jelas,
bahkan pada kebanyakan mereka yang bersaksi menemukan Tuhan jejak Tuhan tidak lagi terlihat.




Dengan
belajar teologi aku mulai mencari jawab, bukan manusia yang mencari Tuhan,
tetapi Tuhan yang mencari manusia. Tapi bukankah Tuhan tidak pernah meninggalkan
ciptaanNya? 

Bukankah Tuhan menyatakan diri secara umum kepada semua manusia,
dan juga secara khusus kepada siapapun yang Tuhan ingin jumpai? 

Siapa yang menjamin Tuhan hanya
akan menjumpai orang-orang tertentu, atau orang-orang dalam agama tertentu?



Perjumpaan
Tuhan secara khusus itu kerap diklaim sebagai perjumpaan yang nyata, obyektif,
dan berarti absolut. Padahal, jika manusia tidak tahu segala sesuatu, maka manusia
tidak bisa mengklaim pernyataannya adalah benar, tanpa salah. Klaim kita hanya
benar sebatas argument atau data serta fakta yang mendasari argument itu.



Aku mencari
Tuhan, semua agama mencari Tuhan, tapi bagaimana yang transenden bisa dijumpai
manusia? Bagaimana manusia yang terbatas bisa mengklaim perjumpaan dan
pengalamannya dengan Tuhan adalah pengalaman yang sempurna? 

Bukankah kita masih
berada dalam perjalanan mencari Tuhan, dan secara bersamaan mendapatkan
pengetahuan tentang Tuhan melalui anugerah penyingkapan diri Tuhan?



Jangan menghakimi!


https://www.binsarinstitute.id/2024/09/mencari-tuhan.html  />
Karya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia


http://dlvr.it/TDTHJX

Binsar Antoni Hutabarat: Kebohongan Sekte Setan!

Binsar Antoni Hutabarat: Kebohongan Sekte Setan! :   Kebohongan Satanic atau Sekte Setan! Informasi terkair beredarnya kitab satanic yan...