Friday, September 20, 2024

Mencari Tuhan?

 






Mencari
Tuhan



 



Manusia yang mencari
Tuhan akan menemukan Tuhan, tapi pada sisi lain manusia yang mencari Tuhan itu sedang meninggalkan Tuhan. Bukankah Adam dan Hawa menyembunyikan diri dari Tuhan yang mencari manusia berdosa. Ini tentulah sebuah paradoks menurutku.


Bagaimana mungkin manusia yang menyembunyikan diri dari
Tuhan itu berkeinginan mencari Tuhan? Sebuah paradoks  yang tak mudah memahaminya.



Sejak kecil
aku dibimbing orang tua untuk mencari Tuhan, atau setidaknya belajar mengenal
Tuhan, itu sebabnya aku di bawa orang tua ke gereja. 

Tapi herannya, Ayah tak
rajin ke gereja, beliau pergi ke gereja pada hari-hari tertentu, biasanya pada
acara Natal dan Tahun Baru. Tapi aku belajar banyak terkait idealisme dan
dedikasi pada pekerjaan yang tak banyak kujumpai dari mereka yang rajin beribadah sekalipun.


Pada tahun 1986 saat itu aku berada pada semester
akhir perkuliahan, aku sedang gundah gulana, karena tak tahu apa
yang menjadi capaian masa depan. Pada saat genting itu hadirlah beberapa teman SMA
yang sangat bergairah bersaksi bahwa mereka telah menemukan Tuhan yang sejati.



Beberapa
teman yang bersaksi itu tak memiliki pengetahuan agama yang luar biasa, tapi
mereka mengatakan telah menemukan Tuhan yang sejati, dan menerimanya dalam hati
mereka. 

Lagi-lagi sebuah paradoks, Allah hadir dimana-mana, karena dia maha
hadir, menurutku wajar saja jika Allah itu hadir pada hidup temanku itu, tapi sebelumnya
dia mungkin tak menyadari kehadiran Yang Maha Hadir. 

Ketika pertama kali mendengar istilah menemukan Tuhan itu aku
juga bingung, apalagi ketika mereka menyaksikan pengalaman-pengalaman baru yang
membahagiakan hidup mereka.



Karena
ingin menghargai teman-teman yang baik dan rajin mendoakan agar aku menemukan
Tuhan seperti mereka, dalam arti mengalami perubahan hidup, aku ikut saja apa
yang mereka katakan, jadilah aku layaknya murud mereka.

Kesaksian mereka aku telan bulat-bulat dalam arti aku
percaya mereka jujur, tapi aku bingung karena itu kan pengalaman pribadi, Sering aku berpikir, apa
perlu dipaksakan pada yang lain, atau tepatnya, apa perlu semua orang mengalami hal
yang sama dengan teman ku itu?



Beberapa
bulan kemudian, aku pun mengalami pengalaman seperti mereka, aku merasa ada
perubahan hidup yang dapat ku lihat secara nyata, dari orang yang biasa
minum-minuman keras, merokok dan beberapa kebiasaan buruk, aku bisa terbebas.
Aku menemukan Tuhan!



Perjalanan
menemukan Tuhan ternyata tidak pernah final, aku terus menyusuri jejak Tuhan,
dan jejak Tuhan itu kerap kulihat hilang dari mereka yang menyaksikan menemukan
Tuhan. 

Aku mulai berpikir, mengapa jejak-jejak Tuhan itu tidak semakin jelas,
bahkan pada kebanyakan mereka yang bersaksi menemukan Tuhan jejak Tuhan tidak lagi terlihat.




Dengan
belajar teologi aku mulai mencari jawab, bukan manusia yang mencari Tuhan,
tetapi Tuhan yang mencari manusia. Tapi bukankah Tuhan tidak pernah meninggalkan
ciptaanNya? 

Bukankah Tuhan menyatakan diri secara umum kepada semua manusia,
dan juga secara khusus kepada siapapun yang Tuhan ingin jumpai? 

Siapa yang menjamin Tuhan hanya
akan menjumpai orang-orang tertentu, atau orang-orang dalam agama tertentu?



Perjumpaan
Tuhan secara khusus itu kerap diklaim sebagai perjumpaan yang nyata, obyektif,
dan berarti absolut. Padahal, jika manusia tidak tahu segala sesuatu, maka manusia
tidak bisa mengklaim pernyataannya adalah benar, tanpa salah. Klaim kita hanya
benar sebatas argument atau data serta fakta yang mendasari argument itu.



Aku mencari
Tuhan, semua agama mencari Tuhan, tapi bagaimana yang transenden bisa dijumpai
manusia? Bagaimana manusia yang terbatas bisa mengklaim perjumpaan dan
pengalamannya dengan Tuhan adalah pengalaman yang sempurna? 

Bukankah kita masih
berada dalam perjalanan mencari Tuhan, dan secara bersamaan mendapatkan
pengetahuan tentang Tuhan melalui anugerah penyingkapan diri Tuhan?



Jangan menghakimi!


https://www.binsarinstitute.id/2024/09/mencari-tuhan.html  />
Karya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia


http://dlvr.it/TDTHJX

Agama untuk perdamaian, nilai inklusif agama-agama.


http://dlvr.it/TDStdCKarya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia


http://dlvr.it/TDSwsW

Kerajaan tak tergoncangkan

 


(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});


Jadi, karena kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut. (Ibrani 12:28)






Sejak kejatuhan manusia kedalam dosa, dunia kerap bergoncang. 








Goncangan air bah, peristiwa Menara Babel, hingga pembuangan umat Allah yang mengakibatkan umat Allah hidup dalam diaspora, menjadi bukti, bahwa goncangan akan terus ada dalam dunia, bahkan makin hebat.




Pada saat kedatangan Yesus kedunia, hingga kematian Yesus disalib, Kerajaan Allah yang dibawa Yesus telah menggoncangan kerajaan-kerajaan dunia. Kerajaan Iblis dan pengikut-pengikutnya tergoncang karena kehadiran kerajaan Allah.

Kehadiran kerajaan Allah telah menggoncangkan Iblis dan pengikutnya. Meski, kerajaan yang bergoncang itu kerap berusaha menggoncangkan kerajaan Allah yang tak tergoncangkan. 

Namun, kerajaan Allah tetap tak tergoncangkan, sebaliknya kerajaan-kerajaan dunialah yang tergoncang dengan kehadiran kerajaan Allah. Pada akhir zaman Allah akan menggoncangkan dan melenyapkan semua kerajaan yang bergoncang itu.




Kemuliaan Kerajaan yang Tak Tergoncangkan



Ibrani 12: 18-24 menjelaskan tentang kemuliaan Kerajaan Allah yang tak tergoncangkan. Kehadiran 10 Hukum Allah telah menggoncangkan umat Israel yang dipimpin Musa. 

Tuhan Allah yang memberikan hukum-hukum Allah untuk diterapkan dalam kehidupan umat Israel telah menggocangkan bangsa yang tegar tengkuk itu. Bangsa yang kerap melawan Allah meski kasih Allah setia menaungi mereka.

Gambaran ketidaktaatan umat Allah dalam Perjanjian Lama dilukiskan dengan kehadiran Yosua dan Kaleb ke tanah Kanaan. Kecuali Yosua dan Kaleb tidak ada umat Allah yang keluar dari Mesir yang masuk ke tanah Kanaan.

Kitab Ibrani melukiskan dengan jelas keutamaan Kristus. Kristus yang mati disalib untuk menebus dosa manusia telah hadir ditengah-tengah dunia. Imanuel, Allah beserta kita.

Apabila umat Allah dalam Perjanjian Lama begitu gemetar dan takut saat Tuhan memberikan sepuluh hukum. Kejadian berbeda terjadi pada waktu kehadiran Yesus, firman yang hidup itu, hadir dalam kehidupan umat manusia berdosa justru untuk mendamaikan manusia dengan Allah yang suci

Kristus yang mati menebus dosa manusia itu adalah Imam Allah yang maha agung, Yesus adalah jalan keselamatan. Melalui pengorbanan Yesus disalib mereka yang percaya, dan menerima percikan darah Yesus akan diselamatkan.




Firman Allah itu diam dalam hati orang percaya oleh karya Roh Kudus, dan firman Itu diam dalam pikiran kita oleh karya Roh Kudus. Karya keselamatan Allah di kayu salib diterapkan melalui kehadiran Roh Kudus dalam hidup orang percaya.




Orang percaya dapat menghadap Allah tanpa takut dan gentar, seperti orang-orang dalam perjanjian lama. Karena itu kitab Ibrani mengingatkan orang percaya untuk bersyukur atas kasih karunia Allah yang dinyatakan melalui pengorbanan Yesus di salib.




Pertanyaannya kemudian, bagaimanakah cara kita menerapkan kasih karunia Allah yang dilimpahkan kepada kita?




1. Bersyukur menjadi bagian dari Kerajaan yang tak tergoncangkan.



Menerima Kristus sebagai Tuhan dan juruselamat  pribadi berarti menerima kerajaan yang tak tergoncangkan. Secara bersamaan juga menghantarkan orang percaya untuk dapat menghampiri hadirat Allah tanpa takut dan gentar.




Apabila pada masa Perjanjian Lama umat Allah gemetar menerima sepuluh hukum Allah, dan imam-imam hanya dapat memasuki ruang maha kudus dengan pengorbanan darah binatang. 

Berbeda dengan masa Perjanjian Baru, tirai yang memisahkan ruang kudus dan ruang maha kudus itu telah terkoyak. Karena itu, mereka yang percaya kepada pengorbanan kristus di salib dapat menghampiri hadirat Allah tanpa pengorbanan darah binatang.




Menerima kerajaan yang tak tergoncangkan berarti menerima pengampunan dosa dan terus menerus hidup dalam pengudusan untuk tiap-tiap hari berubah menjadi seperti Kristus.

Orang percaya pada masa kini patut bersyukur atas anugerah Tuhan yang besar. Kasih karunia Allah diberikan kepada orang percaya secara cuma-cuma. Karena itu pada masa sulit seperti saat ini, kita mesti tetap bersyukur kepada Allah yang berdaulat yang telah menganugerahkan keselamatan bagi orang percaya.




2. Bersyukur atas goncangan yang kita alami dengan memaknai goncangan sebagai didikan Tuhan untuk kebaikan orang percaya.



Kitab Ibrani menasihati umat Allah untuk tetap bertekun dalam melayani Tuhan dan tetap hidup memuliakan Tuhan ketika menghadapi penderitaan. Contoh-contoh pahlawan iman mengingatkan mereka bahwa Allah tetap setia.

Pahlawan-pahlawan iman menyaksikan, bahwa meskipun mereka tidak mendapatkan apa yang harus mereka terima di dunia ini, mereka tetap percaya, bahwa mereka akan menerima jauh lebih banyak pada kehidupan di surga kekal.

Mereka yang percaya kepada Yesus akan masuk ke Yerusalem baru, hidup selama-lamanya bersama dengan Yesus sang kepala gereja. Karena itu umat Allah perlu mengarahkan pandangan mereka pada kehidupan kekal yang dijanjikan kepada orang percaya.

Apabila umat Allah mengikuti teladan Yesus dan memandang pada janji Allah akan hidup yang kekal, maka penderitaan apapun yang dialami orang percaya tidak akan mengalihkannya pada harapan yang diberikan oleh Yesus, yakni hidup bersama-sama dengan Yesus dalam kehidupan kekal.




Orang percaya perlu waspada terhadap bahaya kemurtadan, yakni mengalihkan pandangannya bukan kepada Yesus, tetapi kepada yang lain. Baik itu ajaran-ajaran yang tidak benar, atau kehidupan dalam dosa.

Esau adalah sebuah pelajaran penting bagi orang percaya agar menghargai kasih karunia Allah yang diberikan melalui pengorbanan Kristus di salib. Mereka yang menyangkali Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, dan beralih kepada kepercayaan lain, serta hidup dengan tidak menjaga kekudusan, akan mengalami kemurtadan, dan bisa jadi tak akan menerima kasih karunia Allah dalam Yesus Kristus.




Kitab Ibrani juga menasihati umat Allah, bahwa penderitaan yang mereka alami dalam Tuhan, harus dianggap sebagai didikan, agar mereka menjadi dewasa dalam Tuhan. 

Orang percaya yang menerima didikan Tuhan akan memahami betapa pentingnya hidup dalam kekudusan, hidup dalam kerajaan yang tak tergoncangkan. 

Orang percaya akan digoncangkan dengan berbagai goncangan, namun ketika mereka bertahan dalam tantangan dan penderitaan, mereka akan menyadari bahwa mereka telah menerima kerajaan yang tak tergoncangkan.

Karena itu, apapun yang menggoncangkan orang percaya, apabila mereka tetap tekun mengiring Tuhan, mereka tidak akan tergoncangkan, bahkan mereka akan makin kuat berpegang pada kerajaan yang tak tergoncangkan.




3. Dedikasi warga kerajaan yang tak tergoncangkan.






Kerajaan-kerajaan dunia akan terus bergoncang, dan suatu saat Allah, Raja kerajaan yang tak tergoncangkan itu akan menggoncangkan semua kerajaan-kerajaan itu. 

Yang ada hanyalah kerajaan yang tak tergocangkan. Karena itu sebagai warga kerajaan yang tergoncangkan kita harus hidup dalam ketaatan kepada Allah.

Mereka yang menjadi warga kerajaan tak tergoncangkan itu wajib:

1. Bertumbuh dalam Firman Tuhan

2. Hidup dalam ketaatan terhadap firman Tuhan.

3. Mengasihi Allah dan sesama.

4. Tetaplah beribadah kepada Allah dengan benar.

5. Bekerja dengan dedikasi tinggi.

6. Bersaksi tentang kehadiran Injil, kabar sukacita keselamatan Allah dalam Yesus Kristus.

7. Menjalankan Misi Allah, panggilan Allah untuk kita masing-masing.

Badai corona memang belum sepenuhnya berlalu, tapi kedaulatan Tuhan tidak beranjak sedikitpun dari bumi ini. 

Jadilah bagian dari kerajaan yang tak tergoncangkan, agar kita tak tergocangkan oleh goncangan apapun juga.











(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});


Dr. Binsar Antoni Hutabarat
Karya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia


http://dlvr.it/TDScvH

Wednesday, September 18, 2024

Dunia dicipta oleh Tuhan Yang Maha Esa


http://dlvr.it/TDMvNNKarya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia


http://dlvr.it/TDN5Sm

#satutuhan, #banyakagama #plural #pluralisme


http://dlvr.it/TDMgd4Karya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia


http://dlvr.it/TDMpjg

Pluralisme agama

 

 



Memahami pluralisme agama secara baru




 



Pluralisme
agama menurut saya lebih baik dipahami sebagai pengakuan bahwa agama-agama itu
pada realitasnya berbeda, tetapi sama-sama mengakui adanya Tuhan yang satu,
untuk Indonesia istilah Pluralisme agama itu dinyatakan dalam pernyataan sila
pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.



Agama-agama
yang berbeda itu berjalan bersama di atas dasar niai-nilai agama yang eksklusif
dan inklusif, dan terus memperkaya diri dalam perjumpaan-perjumpaan yang saling
memperkaya diri dengan berpegang pada nilai-nilai inklusif agama, dan secara
bersamaan menguatkan nilai-nilai eksklusif agama yang berbeda itu.



Perjumpaan agama-agama yang jujur menurut saya adalah
keterbukaan akan adanya nilai-nilai eksklusif agama, dan secara bersamaan juga
dapat bergaul dengan jujur dengan agama-agama yang berbeda karena semua
agama-agama itu pada realitasnya memang memiliki nilai-nilai inklusif.



Nilai-nilai eksklusif agama perlu diakui dengan jujur,
karena itu adalah perjumpaan khusus individu atau komunitas agama tertentu
dengan Tuhan. Namun perlu diakui bahwa nilai-nilai itu absolut untuk diri individu
atau komunitas agama itu , dan tidak perlu dipaksakan kepada yang lain.



Nilai-nilai agama itu absolut relative, absolut karena
merupakan pengalaman nyata perjumpaan individu ata komunitas agama itu, tapi
tak dapat digeneralisasi apalagi dipaksakan untuk semua. Pengalaman subyektif
hanya benar untuk mereka yang mengalaminya, namun agama yang berbeda tidak
perlu menjadi hakim mana agama yang benar dan mana yang salah.



Biarlah Yang Maha Kuasa itu yang akan menghakimi mana
agama yang benar, bukan manusia yang terbatas. Cerita Natan yang bijaksana
mungkin perlu diangkat kembali untuk memperkaya perjumpaan agama-agama pada
saat ini.



Menurut saya pemahaman terkait pluralism agama menjadi
penting untuk menghadirkan perjumpaan agama-agama dalam menghadirkan
nilai-nilai bersama yang menjadi pijakan bersama agama-agama yang berbeda itu
untuk bergaul dengan saling menghargai sebagai sesama ciptaan Tuhan.



Dr. Binsar Antoni Hutabarat

 

 
https://www.binsarinstitute.id/2024/09/pluralisme-agama.htmlKarya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia


http://dlvr.it/TDMcH2

Tuesday, September 17, 2024

Binsar Antoni Hutabarat: Kebohongan Sekte Setan!

Binsar Antoni Hutabarat: Kebohongan Sekte Setan! :   Kebohongan Satanic atau Sekte Setan! Informasi terkair beredarnya kitab satanic yan...