http://dlvr.it/Sjd1gcKarya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia
http://dlvr.it/Sjf7KB
Sunday, February 19, 2023
Saturday, February 18, 2023
Beda Dosen Home Base dan Dosen Tetap
https://www.binsarhutabarat.com/2023/02/beda-dosen-home-base-dan-dosen-tetap.html
Salah satu persoalan yang menyebabkan beberapa Pendidikan Tinggi Keagamaan Kristen di Indonesia Tidak Memenuhi Standar Peringkat Akreditasi adalah tidak mampu membedakan dosen home base dan dosen tetap, khususnya untuk PTKK/STT yang memiliki program studi magister.
Kualifikasi dosen tetap pada sebuah program studi menjadi salah satu komponen penting dalam penilaian peringkat akreditasi sebuah perguruan tinggi. Untuk mendapatkan Standar dosen di atas Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT) dosen sebuah program studi sarjana perlu memiliki dosen bergelar doktor, tentu saja dengan jabatan fungsional minimal lektor.
Apabila sebuah program studi Sarjana hanya memiliki dosen bergelar magister apalagi dengan jabatan Asisten ahli, maka prodi sarjana itu dapat dikatakan belum melampaui SNPT untuk prodi Sarjana.
Pada program studi sarjana yang Tindak Memenuhi Standar Peringkat atau dicabut akreditasinya salah satu penyebabnya adalah adanya dosen yang tidak memiliki jabatan fungsional. Dapat dikatakan kualifikasi dosen perguruan tinggi itu berada di bawah standar nasional pendidikan tinggi.
Saya masih menemukan sebuah perguruan tinggi hanya memiliki dosen tetap 6 orang, sesuai persyaratan pendaftaran ijin pembukaan program studi di Dirjen Bimas Kristen, Kementerian Agama RI meski memiliki Prodi Magister. Repotnya lagi, dosen tetap yang hanya sejumlah persyaratan minimal itu ketika mengajukan akreditasi program studi belum memiliki jabatan fungsional. Memang persyaratan lulus akreditasi juga ditentukan dengan pelaksanaan penjaminan mutu. Mengenai hal ini saya akan bahas pada tulisan lain.
Beda Dosen Home Base dan Dosen Tetap Program Studi
Dosen pada pendidikan tinggi di Indonesia berada pada institusi, bukan program studi. Artinya, institusi dapat menempatkan dosen pada home base program studi tertentu, dan dosen yang ditempatkan menjadi home base pada prodi tertentu itu, tidak dapat ditempatkan pada menjadi home base pada program studi lain pada sebuah institusi.
Berbeda dengan pengaturan Dosen Tetap Program Studi (DTPS), Dosen tetap program Studi sarjana bisa berasal dari dosen home base sarjana yang mengajar mata kuliah wajib di prodi, dan juga bisa berasal dari dosen home base Pascasarjana, dan tentunya juga mengajar mata kuliah wajib. Artinya, dosen Tetap Pascasarjana bisa menjadi dosen tetap pada program sarjana, asalkan mengajar mata kuliah wajib pada program sarjana. Tentunya dengan keahlian yang sesuai dengan dosen itu.
Apabila sebuah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen memliki prodi sarjana dan pasacasarjana mestinya prodi sarjana itu tidak memiliki kesulitan untuk mendapatkan peringkat akreditasi. Setidaknya tidak ada prodi sarjana yang Tidak Memenuhi Peringkat Akreditasi apabila mampu membedakan dosen home base dan dosen tetap.
Tentu saja ada standar-standar lain yang perlu dipenuhi untuk mendapatkan peringkat akreditasi. Namun, dengan adanya dosen dengan kualifikasi Doktor dengan jabatan minimal lektor tugas pendidikan, pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat telah melampaui standar dikti, diharapkan output dan outcome memiliki peningkatan mutu.
Untuk mendapatkan peringkat akreditasi lebih baik tentu saja tata Kelola, Kerjasama antar pendidikan tinggi, atau 9 standar akreditasi perlu ditingkatkan. Kehadiran Asosiasi Program Studi Teologi dan Pendidikan Agama Kristen (ASPROTEPAK) menjadi sangat penting.
Silahkan menghadiri acara-acara ASPROTEPAK untuk meningkatkan mutu Pendidikan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia.
Dr. Binsar Antoni Hutabarat
Asesor Lembaga Akreditasi Mandiri (LAMDIK) dan BAN-PT
NIRA LAMDIK 220691
NIRA BAN-PT: 2022-02288-2
https://www.binsarhutabarat.com/2023/02/beda-dosen-home-base-dan-dosen-tetap.html
Karya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia
http://dlvr.it/Sjc5b2
http://dlvr.it/Sjc5b2
Friday, February 17, 2023
Ham bersifat universal, melekat dalam diri manusia
http://dlvr.it/SjZKJRKarya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia
http://dlvr.it/SjZSXJ
http://dlvr.it/SjZSXJ
Rindu Dongeng Ibu
Aku memang tak sebahagia mereka yang kerap mendengarkan dongeng dari ibu mereka pada masa kanak-kanak, maklum yang maha kuasa memanggil Ibu yang menjadi tempat ku bermanja-manja pada usia 7 tahun. Tiga adikku mungkin tak pernah ingat wajah ibu, kecuali foto ibu yang tertinggal dan berparas amat cantik.
Ada banyak kesan dan cerita indah tentang Ibu tercinta, meski bukan dongeng. Salah satunya adalah soal cinta, kasih sayang dan pengorbanannya yang selalu saja membuatku terharu meneteskan air mata jika tiba-tiba muncul ingatan tentang ibu.
Menurut budaya Jawa, jika seorang anak yang memiliki tanggal lahir sama dengan ibunya, maksudnya tanggal dan bulan yang sama, maka anak itu biasanya dititipkan pada keluarga dekat yang lain. Artinya anak itu tidak boleh tinggal serumah dengan ibu yang melahirkannya.
Menurut keyakinan Jawa jika anak itu tidak dipisahkan dari ibunya, maka akan ada salah seorang yang dikalahkan, atau yang meninggal lebih cepat dari antara keduanya, biasanya adalah ibu. Entah benar atau tidak aku tak tahu pasti.
Kejadian itu terjadi dengan Bude ku (kakak dari ibu), karena memiliki tanggal lahir dan bulan yang sama, Bude dititipkan pada salah seorang keluarga mbah (orang tua ibu). Saudara-saudara ku kerap menjelaskan, betapa pahitnya hidup Bude itu, tak bisa menikmati kasih sayang dari orang tua kandungnya.
Ada kesedihan, kesendirian, kepahitan dalam diri mereka yng harus hidup jauh dari orang tua kandung, meski kebutuhan materi, sandang pangan, pendidikan semua tercukupi.
Mbah dan Bude hidup sampai usia lanjut, tapi, aku tak paham apakah karena pemisahan mereka berdua maka Mbah dan Bude dapat hidup sampai usia lanjut. Apakah itu dongeng atau bukan, sekali lagi aku tak paham.
Berbeda dengan aku, meski memiliki tanggal lahir yang sama dengan Ibu, aku tetap dapat menikmati hidup bersama dengan kedua orang tuaku, aku juga masih sempat menikmati bermanja-manja dengannya. Setiap kali Ibu bepergian, aku kerap merengek ingin ikut, pendeknya Ibu tak boleh jauh dari ku.
Pada saat Ibu meninggal usiaku baru tujuh tahun, aku hanya ingat Ibuku yang sedang sakit mendapat kunjungan seorang bidan, dulu ditempat kami bidan bukan hanya merawat orang yang akan melahirkan, tapi juga merawat mereka yang sakit, layaknya perawat atau dokter.
Sepulang bidan itu memeriksa kesehatan Ibu, aku hanya ingat seperti ada kepanikan di rumah karena kesehatan Ibu yang makin menurun, aku tidak diijinkan dekat-dekat dengan Ibu. Herannya waktu itu aku tidak merengek seperti biasanya, memaksa untuk ingin dekat dengan ibu.
Aku juga masih ingat bidan yang biasa merawat ibu datang ke rumah dan memberikan suntikan untuk mengobati Ibu. Setelah itu aku tidak ingat lagi apa yang terjadi. Aku hanya ingat ada banyak orang bekerumun di rumah, bahkan acara pemakaman Ibu pun aku tidak ingat, mungkin keluarga yang lain sengaja menjauhkan aku dari Ibu.
Sebagai anak yang sangat dekat dengan Ibu, umumnya keluarga juga tahu sifat keras kepala ku yang kerap memaksa untuk dekat dengan Ibu. Jeritan keras yang melengking tinggi, yang kerap jadi senjata untuk memaksa keinginanku, tentu saja akan menggangu suasana duka saat itu. Itulah sebabnya mungkin aku dijauhkan dari jasad Ibu agar tidak menggangu acara pemakaman.
Aku hanya ingat Ibu dimakamkan di Tanah Kusir, beberapa kali aku dan keluarga berkunjung ke makam Ibu. Tapi, setelah Ayahku menikah lagi , beliau menikah tidak lama setelah Ibu meninggal, setelah itu aku jarang berkunjung ke makam Ibu. Ada yang hilang dengan kepergian ibu, tapi aku tak paham…
Salah satu yang menjadi persoalan denganku disekolah adalah persoalan tanggal lahir. Guru sering bertanya mana tanggal lahir yang pasti. Orang tuaku pernah mengatakan ada perubahan tanggal lahir karena ayahku salah memberikan tanggal lahir pada catatan sipil.
Karena itu, yang aku punya sekarang adalah akte dengan perubahan tanggal lahir yang ditetapkan pengadilan. Berdasarkan perbaikan akta lahir itu kemudian aku memiliki tanggal yang lebih pasti, karena setidaknya ada dokumen yang jelas. Tanggal lahir itulah yang sekarang tertera di KTP ku.
Kakakku pernah bilang, tanggal lahir di akte kelahiran ku salah, kemudian dia memberitahukan tanggal lahir yang sesungguhnya. Aku diam saja, aku tak pernah paham mengapa tanggal kelahiranku bisa berubah-ubah, bahkan nama panggilanku pun ada dua nama, tapi aku tak pernah peduli tentang hal itu, apa sich arti sebuah nama? Apa sich arti tanggal lahir? Yang penting ada dokumen legal yang menjelaskan kapan aku dilahirkan. Bukankah banyak orang seusia kakek nenekku tak pernah tahu tanggal lahirnya, kecuali mencocokkannya dengan usia pohon besar yang ada disekitar rumah atau dikebun.
Beberapa tahun lalu aku mengunjungi pusara Ibu, kebetulan aku ikut mengurus perpanjangan makam Ibu. Pada pusara itu aku baca tanggal lahir Ibuku sama dengan tanggal lahir ku seperti yang kerap diberitahu kakakku.
Ach, Ibu, kau benar pahlawanku…kau rela mati untukku…Biarlah hidupku kupersembahkan bagi hormatmu. Berbahagialah Ibu disisi Tuhan yang amat baik.
Aku tahu Tuhan yang memanggilmu Ibu! Ibu kerap membawa kami kesekolah minggu. Selamat berbahagia di surga kekal ibu. Kasih dan pengorbananmu tak pernah kulupakan.
https://www.binsarhutabarat.com/2023/02/rindu-dongeng-ibu.html
Karya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia
http://dlvr.it/SjXlHt
http://dlvr.it/SjXlHt
Menunggu Kapal Very untuk ke pulau Samosir dari Ajibata, Parapat.
http://dlvr.it/SjWvT6Karya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia
http://dlvr.it/SjX1ZZ
http://dlvr.it/SjX1ZZ
Thursday, February 16, 2023
Siap kembali ke Parapat dari Samosir
http://dlvr.it/SjVBc2Karya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia
http://dlvr.it/SjVGSm
http://dlvr.it/SjVGSm
Wednesday, February 15, 2023
Soal Perjokian Guru Besar
Penelusuran Kompas terkait perjokian di pendidikan tinggi untuk mendapatkan Guru Besar tentu sangat memprihatinkan. Pertanyaannya kemudian, apa yang harus dilakukan untuk memutus rantai perjokian Guru Besar yang memang sangat merugikan masyarakat, bangsa dan negara.
Jabatan guru besar sesungguhnya penghargaan pemerintah terhadap kontribusi kecendikiawanan seorang Guru Besar. Karya-karya Guru Besar sejatinya memiliki dampak bagi peningkatan kesejahteraan rakyat yang menjadi tugas pemerintah, itu sebabnya pemerintah berterima kasih terhadap sang Guru Besar itu dan memberikan jabatan dan honor atas jabatan Guru Besar yang telah membantu tugas pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Karena Guru Besar memiliki kontribusi penting bagi kesejahteraan rakyat Indonesia, pembangunan masyarakat Idonesia yang adil dan sejahtera, maka pelaksana kebijakan yang menjalankan mekanisme yang ditetapkan untuk menjadi Guru Besar mestinya tidak merepotkan calon Guru Besar, apalagi ada kabar bahwa untuk menjadi Guru Besar Dosen mesti mengeluarkan biaya mahal. Belum lagi untuk pengukuhan Guru Besar yang biasanya diadakan di Perguruan Tinggi, calon Guru Besar harus mengeluarkan biaya tidak sedikit. Persoalan yang ada daalam proses menjadi Guru Besar bukan hanya masalah perjokian, tapi juga masalah birokrasi yang korup.
Terkait dengan perjokian, menurut saya masalahnya adalah minimnya kelompok riset pada perguruan tinggi. Banyak karya-karya ilmiah sekadar hadir pada Jurnal bereputasi bukan karya yang dihasilkan dari penelitian yang mendalam. Publikasi karya ilmiah di jurnal jurnal internasional dan juga jurnal-jurnal nasional jika kita mengamati minim dengan temuan-temuan baru, karenamemang karya-karya itu hasil pengembangan tulisan-tulisan terdahulum, bukan pengembangan hasil riset terdahulu. Padahal Jurnal ilmiah mestinya adalah hasil penelitian, meski Jurnal ilmiah berbeda dengan laporan penelitian seperti Skripsi, Tesis, dan Disertasi.
Perguruan tinggi di Indonesia perlu menetapkan Road Map Penelitian, mengintegrasikan Penelitian dengan Pengabdian Masyarakat dan Pendidikan, pengajaran. Tapi, bagaimana itu bisa terjadi bila kelompok-kelompok riset yang merupakan pengembangan keilmuan itu tidak ada atau tidak aktif melaksanakan Penelitian?
Herannya meski tanpa kelompok-kelompok riset artikel yang terbit di Jurnai internasional terus saja bertambah dan tentu saja kita tidak heran jika meningkatnya artikel di Jurnal Internasional dan Jurnal nasional terindeks Sinta itu tanpa kontribus berarti bagi pengembangan keilmuan, apalagi bagi kesejahteran masyarakat Indonesia.https://www.binsarhutabarat.com/2023/02/soal-perjokian-guru-besar.html
Karya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia
http://dlvr.it/SjR4yt
http://dlvr.it/SjR4yt
Subscribe to:
Posts (Atom)
Binsar Antoni Hutabarat: Kebohongan Sekte Setan!
Binsar Antoni Hutabarat: Kebohongan Sekte Setan! : Kebohongan Satanic atau Sekte Setan! Informasi terkair beredarnya kitab satanic yan...
-
https://www.binsarhutabarat.com/2023/02/beda-dosen-home-base-dan-dosen-tetap.html Salah satu persoalan yang menyebabkan beberapa Pen...
-
https://bit.ly/3cDiTW5 ALUR PENELITIAN PERMASALAHAN----------------------------------- TEORI PENDUKUNG ...
-
http://dlvr.it/T2bHx8Karya Tulis Ilmiah, Jurnal Akademik, Kurikulum, Evaluasi Pendidikan, Hubungan Agama dan Masyarakat, Hak Asasi Manusia ...